Benarkah stonewalling bisa menjadi bola salju yang menghantam bangunan relasi dan menghancurkannya dengan tingkat keparahan yang luar biasa?Â
Banyak sekali pemicu rusaknya sebuah relasi atau hubungan. Entah itu hubungan dalam pertemanan, pekerjaan, atau rumah tangga.Â
Sering kita berpikir untuk menghindari atau bahkan menyelesaikan sebuah masalah adalah dengan melakukan aksi bungkam atau diam.Â
Aksi bungkam dan diam merupakan hal yang dipandang paling baik, karena asumsinya hal itu akan meminimalisir sebuah keributan atau pertengkaran yang membabi buta sebagai pencetus lahirnya KDRT, atau sejumlah masalah-masalah relasi lainnya. Benarkah pernyataan itu?Â
Sebagian orang memilih aksi diam, bungkam, menghindari komunikasi, dan berjarak dengan pihak yang terkait dengan konflik, sebagai satu cara mendinginkan perselisihan sebuah relasi.Â
Sebagian lagi ada yang berpendapat menyandarkan solusi pada waktu, dan mengabaikan konflik tersebut dengan menghindarinya.Â
Apakah aksi bungkam atau diam ini merupakan jalan terbaik untuk menyelesaikan sebuah masalah (konflik)? Atau malah justru sebaliknya, sesungguhnya perilaku menghindari komunikasi ini merupakan sebuah bumerang yang bahkan akan dapat berpotensi menciderai sebuah hubungan atau relasi?Â
Aksi bungkam, diam, menolak menjawab, menghindari pembicaraan sebuah topik tertentu merupakan beberapa contoh perilaku 'stonewalling'. Apa sih sebenarnya stonewalling itu? Mari kita kenali stonewalling lebih jauh.Â
Stonewalling merupakan sebuah perilaku yang ditandai dengan tindakan menghindari komunikasi dengan cara bungkam (tidak menanggapi), atau diam, bahkan menjaga jarak untuk tidak berhubungan (bekerjasama) dengan pihak yang berkonflik.Â
Stonewalling dicetuskan oleh John Gottman, seorang psikolog dari Universitas Washington, Amerika Serikat.Â