Pak Jakob Oetama, sugeng tindak, Pak ...
Melihat fotonya, perawakannya, senyumnya, gaya bicaranya yang meskipun hanya melalui layar kaca, seolah diri ini telah bisa menyimpulkan bahwa sosoknya adalah sosok bersahaja yang mengedepankan prinsip egaliter.
Seorang berjiwa patriot yang ingin mencerdaskan kehidupan bangsanya melalui setiap karya-karya yang diciptakannya.
Tergetar hati ini saat mendengar kepergiannya siang tadi. Mengapa? Kenal pribadi pun tidak. Bukan lebay, tapi sungguh rasa sesak ini menyeruak di dada saat pesan duka itu diterima.
Pesan whatsapp dari seorang kerabat yang putrinya bekerja di Group Kompas Gramedia, memberikan sepenggal info obituari yang sungguh mematahkan hati.
Pak Jakob Oetama, selamat jalan, Pak ...
Walaupun sudah pergi meninggalkan kami semua, banyak sumber literasi memberikan petunjuk-petunjuk yang membuat mata dan hati mampu menjelaskan, mengapa ada sepenggal rasa sesak di hati saat dirimu meninggalkan kami, walaupun sekali lagi, tak mengenalnya secara pribadi.
Rasa sesak itu ada penyebabnya..
Berkurang lagi orang bersahaja yang memiliki dampak luas di Indonesia ini.Â
Masih bisakah kami menemukan sosok "nguwongke" yang jauh dari aura kepongahan?
Masih bisakah menemukan sesosok jiwa yang rendah hati dalam memperlakukan orang lain dengan prinsip kesetaraan yang jauh dari kesan pemimpin feodal?
Adakah penggantimu nantinya dapat menerapkan Humanisme Transendental juga?