Salah satu tayangan Master Chef Indonesia Season 6 yang saya ingat, dan menjadikan hal ini sebagai sebuah referensi “kehidupan” untuk saya, pembelajaran penting saya dapatkan dari beberapa segmen di tayangan ini!
Tayangan tersebut mengisahkan berhentinya perjalanan seorang kontestan di ajang kompetisi masak yang cukup bergengsi itu.
Dikisahkan oleh kontestan tersebut mengenai kegalauannya kepada selentingan-selentingan negatif terhadapnya. Kompetitor lain sering membuat candaan, mengapa dirinya tidak pernah maju untuk dipanggil ke meja juri, ada spekulasi yang menjadi bahan candaan, bahwa sang kontestan menggunakan “susuk”, atau hal-hal yang tidak baik, sehingga selalu ‘aman’.
Hingga pada suatu saat, muncul respon sang kontestan, dia menceritakan pengalamannya, memasukkan cangkang kepiting dengan sengaja ke dalam masakan yang akan disajikan kepada juri, alhasil, dia pulang karena kesalahan fatal itu. Sayang sekali...
Ada komentar juri yang saya catat dan tanam dalam pikiran saya, serta membenarkan arahan tersebut. Dikatakannya, bahwa sang kontestan, memasukkan kata-kata selentingan yang tidak benar itu ke dalam alam pikirannya, sehingga pikiran itu “menyetir” dan membawa dampak yang kurang mendukung kepada keamajuan dalam ajang tersebut dan sebaliknya, omongan orang lain itu membuatnya “down”, dan mengambil keputusan yang salah untuk mengikuti arus negatif perkataan orang lain yang sayangnya tidak benar.
Diulas pula dalam sesi itu, kompetisi merupakan salah satu ajang uji mental, benar! Yang diuji bukan hanya kemampuan masaknya, kemampuan pengaturan waktunya, atau hal-hal teknis lain yang berkaitan dengan ajang kompetisi ini saja. Tetapi juga mental kontestan dalam menghadapi tantangan psikis, berupa, cibiran, makian, hinaan, dan kata-kata intimidatif, dan segala hal negatif yang menyertai.
Contoh diatas banyak berseliweran di dalam kehidupan nyata kita. Saya pun, kadang tidak dapat mengatasinya, karena terlalu mendengar celotehan atau omongan-omongan negatif tak berdasar dari orang lain karena mungkin ada sentimen pribadi, atau sejumlah alasan personal dan subyektif lain.
Hasilnya terpuruk, "down", stress, dan sebagainya .....
Di tiap lini kehidupan, saya meyakini, akan selalu ada ujian atau tes-tes kecil, berupa kerikil sampai batu karang terjal menghadang, bagaimana kita bisa menghadapi itu hingga masa kesudahan menjemput.
Keputusannya memang ada pada kita, mau terhadang, atau singkirkan penghalang, dan dapatkan kelulusan dalam ujian-ujian kita. Gak semudah omongan, memang, disitulah letak tantangannya.
Seorang sahabat mengatakan kepada saya, semua tergantung pada diri kita, mau mendengarkan dan berhenti, stagnan, atau ambil sisi positif, benahi diri, dan kembali berjalan menatap ke depan.
Dunia selalu akan menampilkan tidak hanya satu sisi, dan itulah tantangan sebenarnya. Sisi-sisi kehidupan akan mengasah kita, hingga mengeluarkan kilau kehidupan, atau sebaliknya, tenggelam, dan kelar-lah hidup.
Seperti kisah Adam and Eve, yang diminta Sang Pencipta untuk tidak mengambil buah pengetahuan yang baik dan yang jahat, sudah tau konsekuensinya melanggar, datang penggoda, dan tak lulus ujian, akhirnya harus hadapi konsekuensi.