Mohon tunggu...
Nita Kariyanti
Nita Kariyanti Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa ilmu hukum universitas mulawarman

inna ma'al usri yusran

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Omnibus Law, Penawar Obesitas Regulasi Pertanahan?

19 Februari 2020   21:31 Diperbarui: 19 Februari 2020   23:15 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mencatat pada masa pemerintahan Jokowi hingga November 2019 telah terbit 10.180 regulasi. Rincinya, 131 Undang-Undang, 526 Peraturan Pemerintah, 839 Peraturan Presiden dan 8.684 Peraturan Menteri. Dengan banyaknya penerapan regulasi dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Saat ini omnibus law telah masuk dalam prolegnas prioritas tahun 2020 dan rancangannya telah diajukan kepada DPR pada Desember 2019

Pro dan kontra mengenai penerapan konsep omnibus law di Indonesia pun kiat marak banyak kalangan akademisi yang menilai bila konsep omnibus law diberlakukan maka bertentangan dengan asas demokrasi. 

Sejatinya omnibus law bukanlah teknik yang terlalu istimewa. Indonesia pernah menerapkan konsep ini ketika membentuk ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat Nomor I/MPR/2003. Pembentukan ketetapan ini dinilai tak partisipasi dan dimonopoli oleh MPR. Sekarang teknik itu mulai dilupakan dan Indonesia beralih ke pendekatan kodifikasi atau pencabutan, perubahan, atau pembatalan undang-undang yang didahului dengan tahap pemantauan dan evaluasi untuk menyederhanakan regulasi (tempo.co).

Dalam hal ini omnibus law berpotensi untuk mempersempit keterbukaan dan partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang. Dalam praktik di beberapa negara, pembentukan undang-undang omnibus law didominasi oleh pemerintah atau DPR (tempo.co). Sehingga dapat menimbulkan anti demokrasi. 

Saat ini kedudukan UU dari konsep omnibus law belum diatur dalam hierarki peraturan negara yang diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 sehingga membutuhkan waktu untuk memasukan kedudukan konsep omnibus law tersebut. Serta nantinya yang akan menimbulkan dampak perombakkan dari UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai dasar hierarki peraturan negara.

Harmonisasi dan sinkronisasi dalam penerapan peraturan perundang-undangan di negara Indonesia sangat dibutuhkan agar tidak terulang kembali tumpang tindihnya suatu peraturan serta menghindari terjadinya obesitas peraturan negara. Yang dampaknya akan mempengaruhi perekonomian negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun