15 Oktober 2021
Akhirnya, aku memutuskan menikah dengan seorang laki-laki dari waktu bagian Tengah Indonesia. Laki-laki yang kutemui tanpa sengaja pada tahun 2017 lalu. Laki-laki April yang datang di Festival Sastra Banggai dan malam pemutaran film Wiji Tukul, sebelum pulang mengejarku "Nit, boleh minta  kontaknya?"
Bertahun-tahun setelah 2017 itu, setelah pertemuan di tiga kota lainnya, pertemuan ke 4 di kotaku, menjelang beberapa hari akad nikah.Â
Bagaimana aku bisa mengambil keputusan sedemikian?
1. Orangtua
2017, tanpa sengaja aku bertemu Umi, dan beberapa keluarganya. Nah, setelah ia menyatakan ingin serius. Umi adalah garda terdepan dalam banyak komunikasi. Lalu, ibuku, entah bagaimana akhirnya menafikkan soal orang jauh, mencoba menerima. Sekalipun tidak terlalu peduli, Ayah adalah orang yang cukup berperan dalam hubungan ini.
2. Dipermudah
Ada banyak cerita tentang mahar orang Aceh. Aku hanya berdoa dengan istiqarah jika dia adalah orangnya semoga dipermudah kalaupun tidak dipermurah yaa dipermudah urusannya. Begitulah, urusan mahar inipun setelah drama ternyata benar dipermudah.
3. Komitmen
Bagi perempuan, kepastian adalah hal yang paling ditunggu. Apa daya, jika si lelaki hanya menjunjung tinggi komitmen dan tidak memberi kepastian? Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah percaya. Percaya bahwa semesta punya caranya. Tidak ada yang menduga, bagaimana komitmen itu membuatnya menempuh 10 jam naik kereta, 2.5 jam pesawat dan 8 jam jalur darat untuk sampai ke Aceh Barat Daya.
Ada banyak hal dalam hidup yang harus diambil keputusan, yang terbaik adalah menyerahkan kepada Tuhan, semesta tifak diam dalam bekerja. Tugas kita hanya memutuskan, selanjutnya letak percaya penuh "Tuhan, cukup engkau bagiku!"
Tuban, 15 Februari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H