Bulan sempurna membulat di langit, cahayanya memperindah genteng dengan perbatasan laut. Ah, kota ini sungguh indah tidak berperi, merasa beruntung dilahirkan sebagai warga di kota yang jika ingin ke laut tinggal guling-guling, ingin ke gunung tinggal merangkak.
"Kopi Om" Tawar Ana
"taruh di meja" balas Andry
Sudah lima bulan mereka menikah, rumah Andry yang dulunya ditempati bersama Umu kini ditempati hanya berdua dengan Ana, istrinya. Umu bilang, jika Andry menikah maka Umu akan pindah ke rumah lama mereka. Lagi pula, rumah ini memang hak milik Andry sebab ia yang banyak menyumbangkan uang untuk membeli tanah dan membangun rumah. Rumah itu tidak besar, punya 3 kamar tidur di dalam rumah, 1 kamar tidur sebelum masuk rumah dan loteng tempat studio radionya Andry. Kamar tidur sebelum masuk rumah itu adalah kamar Andry ketika dia masih lajang. Sebab sering pulang malam jadilah ia membuat kamar terpisah, agar Umu tidak terganggu.
"Om..." sapa Ana pelan, takut Andry terkejut
"Eh, iya"
"Sedang memikirkan apa?"
"Rumah ini, om memikirkan rumah ini dik. Luas sekali untuk kita berdua tapi ramai ketika ada Umu, Wingo, Adam, Atar, Inang, dan Igal"
"Om rindu mereka?"
Andry hanya mengangguk pelan. Adiknya, igal yang menikah dengan Inang dan punya anak Atar sudah pindah sejak Andry menikah, sebelumnya mereka tinggal di kamar nomor 2 rumah itu. Wingo, sepupu jauhnya ketika masih kuliah tinggal di sana namun setelah beres kuliah langsung menikah dan ikut suami. Adam, anak sepupunya yang ditinggalkan oleh ayah-ibu, korban brokenhome ikut Umu. Rumah itu rasanya, sepi.
"Apa esok kita mengunjungi mereka?" usul Ana
"Tidak, nanti kerinduan baru muncul"
"Om, apakah rumah ini sebegitu banyak kenangannya?"