Dua belas tahun lalu saat masih berseragam putih abu-abu.
Setiap pagi ketika berangkat sekolah aku selalu melihat laki-laki pengemis itu duduk di pinggir trotoar Pasar Kreo - Ciledug.
Kaki kirinya terlihat cacat dimana jari-jarinya putus dan terluka. Maka banyak yang menaruh iba padanya.
Termasuk juga saya yang iba padanya. Pikirku kala itu kasihan sekali kakinya cacat. Karena saya hanya anak sekolahan yang uang saku setiap hari hanya Rp.5000 dimana Rp.3000 buat ongkos -ojek dan angkot- sedangkan sisanya buat jajan. Tak jarang aku pun kadang memberikan sebagian jatah uang jajan padanya.
Berharap pengemis itu bisa memanfaatkan uang yang didapatnya untuk berobat. Karena kulihat banyak juga orang menaruh uang pada wadah yang ada di sebelahnya.
Waktu bergulir, seragam putih abu-abu telah kutanggalkan.
Banyak kejadian yang kualami sehingga membuat perubahan pada diri ini.
Begitupun dengan lingkungan sekitar pasar Kreo. Kini menjadi semakin semrawut. Angkot bertambah banyak membuat sekitar pasar jadi macet.
Supermarket Hero yang tadinya kecil berubah menjadi luas. Berganti nama menjadi Hypermart Giant Kreo.
Namun ternyata ada yang tak berubah pada pasar kreo. Ada yang tetap sama seperti yang kulihat dua belas tahun lalu. Dia adalah pria pengemis yang sering kujumpai dulu. Pengemis itu masih tetap sama seperti dulu. Dengan cacat di jari kaki kirinya dan luka yang basah.
Dimana setelah kuamati lukanya, ternyata luka itu tak basah. Bahkan bisa dibilang luka itu sudah lama sembuh. Hanya saja di buat seolah-oleh terlihat basah tak mengering. Oiya akuakhirnya saya menyadari ternyata itu adalah luka buatan.
Kini saat melihatnya setiap pagi kala berangkat kerja, tak ada lagi rasa respek padanya...
*******
Aku yang melihatnya tak habis pikir, dua belas tahun buklanlah waktu yang sebentar. Banyak orang mengalami perubahan. Termasuk diriku tentunya.
Apakah pengemis itu tak ada keinginan berubah?
Dia mungkin tak mengenali orang yang lalu lalang di hadapannya setiap hari.
Tapi aku yakin diantara orang yang lalu lalang di hadapannya itu berpikiran sama sepertiku. Pada akhirnya menyadari bahwa pria pengemis itu adalah orang yang tak mau berubah. Menjadikan cacat sebagai belas kasihan.