Mohon tunggu...
Yunita Handayani
Yunita Handayani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Ibu yang bahagia :) www.yunita-handayani.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Indonesia dalam Liputan Diego Bunuel

23 Februari 2012   07:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:17 4252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya suka menonton liputan traveling di televisi. Ini berkaitan dengan impian saya untuk keliling dunia yang belum terwujud sampai detik ini. Jadi, saya cukup memuaskan diri berkeliling dunia dari layar televisi di rumah saya.

Di antara banyaknya acara traveling saya paling menyukai program acara “Don’t Tell My Mother” yang saat ini ditayangan National Geographic Channel Adventure. Acara ini begitu menarik karena sering meliput negara-negara yang cukup kontroversial dan sangat tertutup bagi masyarakat dunia, contohnya: Iran, Korea Utara, Negara Balkan, Colombia. Alasan lain yang tidak bisa dikesampingkan karena…, well…, reporter sekaligus produser acara initampan, yaitu Diego Bunuel (he he he). Tunggu dulu, Diego Bunuel bukan hanya jual tampang saja. Pria berusia 36 tahun ini memang seorang jurnalis dan reporter handal. Setelah mengambil kuliah dalam bidang jurnalis dan politik di Northwestern University, pria berkebangsaan Prancis ini sempat hilir mudik menjadi jurnalis di berbagai koran terkenal di Amerika.

Kemudian dia kembali ke Prancis menjalani wajib militer. Pengalamannya di militer menjadikannya koresponden perang yang meliput di berbagai kawasan konflik penting di berbagai belahan dunia. Setelah meliput banyak teror, konflik, dan peristiwa berdarah di berbagai tempat, Diego merasakan kejenuhan. Dia ingin membuat liputan yang menayangkan sisi unik dan menarik berbagai tempat di dunia. Baru pada tahun 2006 dia membuat program “Don’t Tell My Mother”.

Dengan postur tubuh tinggi atletis, wajah tampan, camera face, dia bisa saja menyamankan diri hidup glamor sebagai aktor. Apalagi kakeknya dikenal sebagai sutradara film legendaris Spanyol yang pernah memenangkan Oscar. Orang tuanya pun juga artis terkenal. Tapi dia memilih menjadi reporter di berbagai walayah konflik. Dalam “Don’t Tell My Mother” dia melangkahkan kaki ke berbagai pelosok dunia. Bukannya meliput daerah tujuan wisaya yang indah dan memukau, dia memilih meliput sudut-sudut tempat yang jarang dikunjungi wisatawan. Bisa merupakan tempat-tempat paling rawan, paling kumuh, juga paling tabu.

Diego Bunuel hampir tidak aktif di media sosial. Dia tidak punya akun Facebook, hanya ada fanspage yang dikelola orang lain. Dia punya akun twitter yang hanya berisi satu tweet berbunyi “test” pada 8 April 2010. Satu-satunya media sosial yang lumayan aktif hanyalah My Space. Itupun kebanyakan hanya berisi foto-foto perjalanannya. Tak banyak publikasi pribadi atas hidupnya. Dia hanya mempublikasikan progam acara dan berita-berita yang diliputnya. Dia sadar, walau fansnya begitu banyak di berbagai belahan dunia, dia adalah jurnalis, bukan artis.

Sekian lama menikmati acara ini saya bertanya-tanya kapan Diego Bunuel akan mereportase Indonesia. Tahun ini kesampaian juga. “Don’t Tell My Mother” seri terbaru (season 4) meliput Indonesiasebagai salah satu negara tujuannya. Episode khusus “Don’t Tell My Mother I’m in Indonesia” ditayangkan NGC Asia, Senin (20/2/2012) lalu.

Sebelumnya saya sudah siap-siap berbangga akan Indonesia. Siap melihat tayangan Diego mengagumi keindahan panorama alam Indonesia, meliput keragaman suku, menyaksikan uniknya Pulau Komodo atau Borobudur yang diakui sebagai salah satu keajaiban dunia. Saya melupakan kebiasaan Diego yang selalu meliput sisi-sisi tersembunyi dan ekstrim di suatu negara.

Berikut ini sisi unik beberapa tempat yang diliput Diego Bunuel

Bromo

1329980301658975538
1329980301658975538

Tayangan diawali dengan liputan Diego di sekitar kawasan Gunung Bromo yang saat itu sedang berstatus siaga. Di sini dia memperkenalkan Indonesia sebagai negara kepulauan dengan gunung api terbanyak dan paling sering mengalami gempa.

Aceh

1329980372956831831
1329980372956831831

Tujuh tahun yang lalu Diego pernah mengadakan liputan di Aceh dua hari pasca bencana tsunami. Sekarang, dalam program acara “Don’t Tell My Mother” dia secara khusus mengadakan liputan mengikuti kegiatan Polisi Syariah (Satpol PP) yang sedang mengadakan razia.

Dalam tayangan tersebut Polisi Syariah menangkap perempuan yang berpacaran tak sesuai hukum Syariah dan seorang pedagang warung remang-remang. Ketika razia dilakukan ditemukan sebuah botol miras kosong di gerobaknya. Di sini adegan “heboh” ala termehek-mehek pun terjadi. Pedagang melawan, sementara semua polisi membentak dan ingin menghajarnya.

Yogyakarta

Di kota ini, bukannya meliput sejarah agung Kraton Yogyakarta, Diego malah ‘blusukan’ potong rambut ke Salon Marini. Sebuah salon milik waria yang juga difungsikan sebagai semacam pondok pesantren dan mushala bagi para waria dan gay untuk sholat.

Jakarta

Di pusat kota metropolis ini Diego bukannya meliput masalah kemacetan, banjir, kampung betawi, atau Taman Mini. Dia malah meliput komplek pemakaman yang sempat disebut termahal di dunia, San Diego Hill Cemetery. Diego sempat terpana dengan harga komplek pemakaman di tempat ini yang menurutnya lebih mahal dari harga rumah di London atau Paris. Sebuah ironi bila melihat tingginya angka kemiskinan di negara ini.

Kalimantan

Di pulau ini Diego meliput aksi penyelamatan anak Orang Utan oleh sebuah LSM Internasional. Dalam tayangan inilah muka saya sungguh memerah karena malu dengan polah para aparat kita, khususnya dalam hal ini Departemen Kehutanan.

Kehidupan orang utan di Kalimantan banyak tersingkir oleh perambahan hutan dan pertambangan. Banyak dari mereka sengaja disiksa dan dibunuh oleh manusia. Pelindung satwa, orang asing dari LSM internasional (International Animal Rescue), menyayangkan lemahnya aparat Departemen Kehutanan melindungi orang utan walaupun hukum Indonesia telah jelas melindunginya.

Ada satu momen di mana seorang pejabat pertambangan menyerahkan bayi orang utan kepada Departeman Kehutanan yang nantinya akan diserahkan pada LSM internasional untuk dipulihkan. Herannya, di sini pejabat pertambangan mengundang beberapa wartawan untuk meliput acara penyerahan ini. Pejabat pertambangan menjadi sosok pahlawan penyelamat bayi orang utan. Pejabat dari Departemen Kehutanan pun memuji pejabat pertambangan tersebut dan mengklaimnya sebagai penyelamat satwa.

Tapi, kepada Diego Bunuel, pihak LSM mengeluarkan pendapat nyinyir bahwa aksi penyelamatan itu palsu. Pertambanganlah yang sering menjadi penyebab munculnya pembunuhan orang utan. Tapi pihak Departemen Kehutanan telah banyak menerima suap dari pengusaha pertambangan sehingga tidak bisa bersikap tegas.

Benar atau salah? Gosip atau fakta? Semoga tayangan ini menggelitik kita, terutama pihak pemerintah, untuk menyelidiki dan membuat tindakan tegas lebih lanjut.

Ini sungguh memalukan. Kita sering marah bila batik, reog ponorogo, bahkan harimau Sumatra sempat diklaim sebagai kekayaan khas negara tetangga tapi kita sendiri tidak bernia sunguh-sungguh menjaga apa yang kita miliki. Orang-orang asing yang lebih perduli menjagan kepunahan orang utan kita.

Jawa Timur

Setelah muka memerah panas karena liputan penyiksaan orang utan di Kalimantan, dalam liputan di Jawa Timur kali ini saya akhirnya bisa membanggakan diri. Kotoran Luwaklah yang akhirnya membanggakan Indonesia!

Di salah satu hutan di Jawa Timur Diego mengikuti perburuan kotoran luwak yang berharga mahal saat diproses menjadi kopi. Diego menyebut kopi Luwak yang terkenal di dunia ini dengan Pup Coffee with the Golden Price.

Di sinilah muncul konklusi kritis Diego. Di negara berkembang seperti Indonesia, kepentingan ekonomi memegang peranan cukup besar pada pelestarian satwa. Di Kalimantan orang utan disiksa bahkan dibunuh karena tidak berdaya jual. Sedangkan luwak di jawa Timur dijaga sedemikian rupa habitatnya karenakotorannya memiliki daya jual sangat tinggi.

Bagaimanapun Diego adalah seorang jurnalis, bukan seorang agen traveling atau duta wisata. Dia melihat Indonesia, juga negara-negara lain, secara kritis. Kita pun harus berlapang dada menerima setiap fakta-fakta kritis yang disajikan dalam liputannya. Semoga menjadi sentilan yang cukup berarti bagi kita untuk berbenah diri. Mengingatkan kita ada banyak hal lain yang perlu disoroti di negara ini. Bukan hanya sibuk ngubek-ngubek BB Angie.

"My goal is to show them that there is a world out there that is open and not a scary place; if you show them there are a lot of exciting places and interesting people to meet, you can touch them and give them hope that our world can change." (Diego Bunuel~The National)

13299804301441176598
13299804301441176598

sumber gambar: www.myspace.com/diegobunuel

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun