Mohon tunggu...
Yunita Handayani
Yunita Handayani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Ibu yang bahagia :) www.yunita-handayani.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rayakan Hidupmu

7 Mei 2011   07:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:59 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="" align="alignleft" width="570" caption="Ramon Sampedro semasa hidupnya"][/caption]

Beberapa waktu yang lalu saya melihat film Spanyol di sebuah stasiun televisi. Film itu merupakan kisah nyata dari seorang pria bernama Ramon Sampedro. Pria ini dulunya adalah seorang nelayan. Saat dia berusia 25 tahun dia mengalami kecelakaan ketika menyelam. Akibatnya, dia menderita kelumpuhan seluruh tubuh, hanya organ kepalanya yang masih bisa berfungsi dengan baik (quadriplegic). Dia tidak bisa menerima kenyataan hidupnya. Dia berniat untuk bunuh diri tapi bahkan untuk bunuh diri pun tidak sanggup ia lakukan karena kelumpuhannya. Belum ada persetujuan eutanasia di Spanyol sehingga siapa pun yang membantunya untuk bunuh diri akan mendapat hukuman pidana.

Selama 29 tahun Ramon Sampedro berjuang di negaranya untuk mendapat hak eutanasia dengan didukung sekelompok kecil komunitas pendukung eutanasia. Semboyan mereka “ Hidup adalah hak bukan kewajiban”. Ramon dengan didukung komunitas itu berpendapat bahwa seseorang boleh mengakhiri hidupnya bila ia merasa kehidupan itu menyiksanya.

Akhirnya Ramon Sampedro melakukan tindakan bunuh diri dengan dibantu seorang wanita yang mencintainya pada tanggal 12 Januari 1998, dalam usia 54 tahun. Ia merekam video berisi pesan-pesan terakhirnya yang berisi dukungan terhadap tindakan bunuh dirinya sebelum meminum cairan yang berisi potasium sianida.

“Hidup adalah hak, bukan kewajiban”. Menurut saya itu adalah pernyataan dari orang yang tidak dapat memahami arti hidup, tidak dapat menikmati hidup, orang-orang yang putus asa. Hidup bukanlah hak, kita dapat hidup karena ada Sang Pemberi Hidup yang berkuasa atas hidup kita. Tuhanlah yang memegang hak hidup kita.

Hidup juga bukan merupakan kewajiban. Tuhan tidak menjadikan kita robot. Tuhan memberi kita kehendak bebas. Kita dapat memilih bagaimana kita akan menjalani kehidupan kita. Menurut saya, hidup adalah anugerah Tuhan pada kita. Akan tetapi untuk dapat memahami hidup sebagai anugerah Tuhan tergantung dengan pilihan sikap yang kita ambil dalam menjalani kehidupan. Sikap positif, selalu bersyukur dan berharap pada Tuhan dalam menjalani kehidupan akan dapat membuat kita merasakan hidup sebagai anugerah Tuhan.

Memang hidup tidak selalu dipenuhi tawa, kadang tangis Tuhan ijinkah hadir dalam hidup kita. Saat-saat buruk dan berat mewarnai kehidupan kita. Tapi bila kita memahami secara dalam kasih Tuhan, memiliki pengharapan padaNya maka bahkan di saat-saat terburuk pun kita dapat menemukan anugerah Tuhan di baliknya.

Mungkin ada pendapat, “mudah saja mengatakan bahwa hidup adalah anugerah karena kita tidak menjadi Ramon Sampedro.” Oh, please deh.... Organ kepala beserta otaknya masih bisa berfungsi dengan baik. Dia masih bisa menulis kumpulan puisi yang indah dan buku menggunakan otak dan mulutnya.

[caption id="" align="alignleft" width="300" caption="Joni Aereckson Tada melukis dengan mulutnya"][/caption] Kalau boleh saya juga ingin mengajak kita melihat kehidupan Joni Aereckson Tada. Dia juga mengalami kelumpuhan tubuh. Pergumulan berat juga dia alami sampai ada titik dia ingin mati. Akhirnya ada waktu di mana dia dapat menerima keadaanya, mensyukurinya, dan memiliki harapan lagi. Dia berkarya, melukis dengan mulutnya, menulis buku kisah hidupnya yang banyak menginspirasi banyak orang. Kehidupannya adalah kehidupan yang pantas untuk dirayakan.

Mari merayakan kehidupan kita. Tidak setiap peristiwa yang kita temui dalam hidup dapat membuat kita bersorak. Akan tetapi kita dapat memilih bagaimana kita menyikapi setiap peristiwa yang hadir dalam hidup kita. Mari menjadikan hidup kita berkualitas. Nikmati setiap warna dan rasa dalam kehidupan kita. Jadikan hidup kita menjadi hidup yang akan dikenang dengan senyuman oleh sesama kita terlebih lagi oleh Tuhan, Sang Pemberi Kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun