Mohon tunggu...
Nisya azara salsabila
Nisya azara salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Sastra Indonesia dan jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Interpretasi Karya Pramoedya Ananta Toer: Mengekspos Realitas Sosial dalam Novel "Bumi Manusia"

6 Juni 2024   22:33 Diperbarui: 6 Juni 2024   22:46 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Novel "Bumi Manusia" karya Pramoedya Ananta Toer bagaikan lensa tajam yang memotret realitas sosial Indonesia di masa kolonialisme Belanda. Di balik kisah cinta yang memukau antara Minke dan Annelies, terukir realitas sosial yang kelam penuh penindasan dan ketidakadilan. Pramoedya Ananta Toer dengan mahir menggambarkan sistem kelas yang kaku, diskriminasi ras yang mencolok, eksploitasi ekonomi yang tak kenal henti, dan kekejaman aparat kolonial yang tak berperikemanusiaan.

Teknik penceritaan yang digunakan Pramoedya Ananta Toer pun sangat efektif. Sudut pandang orang pertama, bahasa yang lugas dan detail, serta penggunaan simbol-simbol, membuat pembaca seolah-olah ikut hidup dalam cerita dan merasakan langsung realitas sosial yang kelam tersebut. Meskipun berlatar belakang masa kolonialisme Belanda, "Bumi Manusia" tetap relevan dengan masa kini. Realitas sosial yang digambarkan Pramoedya Ananta Toer masih dapat kita jumpai di berbagai belahan dunia. Novel ini menjadi pengingat bagi kita untuk terus memperjuangkan keadilan dan kesetaraan bagi semua manusia.

"Bumi Manusia" bukan sekadar karya sastra yang menghibur, tetapi juga mencerahkan. Novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan realitas sosial yang terjadi dan membangkitkan semangat untuk memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan.

Novel ini menguak tirai sistem kelas yang kaku, di mana orang Eropa berada di puncak, diikuti priyayi dan kaum kaya, dan rakyat jelata terjerembab di posisi terbawah. Diskriminasi ras merajalela, menindas pribumi di berbagai aspek kehidupan, dari pendidikan, pekerjaan, hingga hukum. Eksploitasi ekonomi tak kenal henti menguras kekayaan alam untuk kepentingan kolonial, sementara rakyat dipaksa bekerja keras dengan upah rendah. Kekejaman aparat kolonial pun tak segan-segan menyiksa, membunuh, atau membuang mereka yang berani melawan.

"Bumi Manusia" bukan sekadar fiksi sejarah, tetapi juga kritik tajam terhadap kolonialisme dan ajakan untuk melawan penindasan. Meskipun berlatar belakang masa lampau, novel ini tetap relevan dengan realitas sosial masa kini. Lebih dari sekadar kisah cinta, "Bumi Manusia" adalah sebuah karya sastra yang mencerahkan dan membangkitkan semangat untuk memperjuangkan kemanusiaan.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun