Hello Everyone..
Assalamualaikum wr. wb.Â
Gimana kabarnya hari ini? semoga sehat selalu ya, disini saya mau berbagi opini tentang pandangan fiqih muamalah kontemporer terhadap permasalahan tabungan arisan berhadiah. Yuk simak langsung saja, cuss.....
Saat ini lembaga keuangan sedang berlomba-lomba untuk memenangkan hati konsumen. Bank Syariah menjadi salah satu yang ikut andil di dalamnya. Upaya yang dilakukan oleh bank syariah untuk dapat meraih peningkatan nasabah, tentunya dengan cara memunculkan inovasi-inovasi pada produk yang ditawarkan. Salah satu produk yang ditawarkan oleh bank syariah adalah Tabungan Arisan Berhadiah (TARBIAH).
Adapun "TARBIAH" merupakan kombinasi antara produk tabungan dengan arisan. Sistem yang berjalan pada model transaksi ini adalah mengundi nomor rekening nasabah dan nasabah yang terpilih maka akan mendapatkan hadiah tertentu sesuai kesepakatan yang telah disetujui bersama.
Namun, produk "TARBIAH" sendiri membawa problematik baru dalam pemasarannya. Seperti, "Apakah boleh produk Tabungan Arisan Berhadiah (TARBIAH) dikonsumsi oleh nasabah yang beragama Islam?" Mengingat beberapa ulama ada yang mengharamkan arisan karena dianggap sebagai tindakan mengundi nasib.
Seperti yang telah dijelaskan di awal mengenai Tabungan Arisan Berhadiah yang merupakan gabungan antara produk tabungan dengan arisan. Artinya di dalam produk ini terdapat salah satu akad Fiqh Muamalah yaitu akad Wadiah. Akad ini merupakan akad yang terjadi antara dua belah pihak, satu pihak sebagai pihak yang menitipkan, pihak lainnya adalah pihak yang diberi amanah untuk menjaga titipan yang diajukan.
Pada akad Wadiah, harta yang dititipkan dapat diambil kapan saja sesuai kehendak pihak yang menitipkan. Sehingga mengharuskan pihak yang diberikan amanah untuk menjaga harta tersebut terus siap siaga. Namun, bukan berarti harta yang dititipkan tidak boleh digunakan oleh pihak yang menerima amanah penitipan. Apabila harta yang dititipkan dikelola, maka laba dari pengelolaan harta tersebut merupakan resmi milik pihak yang diberikan amanah.
Adapun kebolehan akad Wadiah telah dijelaskan dalam Al-Qur'an Surah Ali-Imran Ayat 75, sebagai berikut:
Â
Artinya: "Dan di antara Ahli Kitab ada yang jika engkau percayakan kepadanya harta yang banyak, niscaya dia mengembalikannya kepadamu. Tetapi ada (pula) di antara mereka yang jika engkau percayakan kepadanya satu dinar, dia tidak mengembalikannya kepadamu, kecuali jika engkau selalu menagihnya. Yang demikian itu disebabkan mereka berkata, "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang buta huruf." Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui." (Q.S Ali-Imran: 75)
Akad Wadiah dalam bank syariah termasuk dalam akad Tabarru' yang bermakna tolong menolong. Pada prinsip yang berjalan, bank syariah menjadi pihak yang menerima amanah untuk dititipkan dana oleh pihak nasabah. Bank syariah memiliki kewajiban untuk menjamin dana yang dititipkan oleh pihak nasabah, aman dan dapat diambil kapan saja. Adapun keuntungan yang didapat bank syariah dari produk ini yaitu pada kebolehan dana yang dititipkan untuk dikelola oleh bank syariah dan sebagai gantinya bank seluruh laba dari pengelolaan dana tersebut adalah milik bank syariah.
Terdapat dua produk Wadiah yang ditawarkan bank syariah, yaitu Wadiah Amanah sebagai akad dengan dana yang dititipkan tidak boleh dikelola bank syariah, dan Wadiah Yadhamanah sebagai akad dana yang dititipkan boleh dikelola oleh bank syariah.
Selain akad Wadiah, terdapat sistem arisan yang terkandung dalam produk TARBIAH. Arisan merupakan jenis tabungan yang sistemnya kredit bergilir. Arisan juga dapat diibaratkan sebagai pinjaman dana dengan cara diundi terlebih dahulu dan nantinya pemenang undian akan mendapatkan dana serta tanggungan untuk mengembalikan dana tersebut sesuai jangka waktu yang telah disepakati bersama.
Arisan berbeda dengan judi, dalam artian judi merupakan tindak seseorang apabila telah memenangkan suatu perjudian maka orang tersebut tidak perlu melakukan penggantian biaya ke depannya. Dengan begitu semua hak dari dana yang telah dihimpun adalah milik pemenang dari undian tersebut. Sehingga konsep judi dengan arisan berbeda karena arisan masih perlu mengembalikan sisa dana yang dihimpun sebagai bentuk tanggung jawab atas dana milik orang lain yang dipinjam.
Arisan sendiri sebenarnya membawa manfaat bagi beberapa pihak. Namun beberapa ulama menyatakan tentang haramnya arisan. Beberapa ulama berpendapat bahwa arisan hanya akan mendatangkan hutang apalagi ditakutkan uang yang disetorkan hasilnya berbeda dengan saat perputaran arisan berakhir.
Rasulullah sendiri pernah melakukan tindak yang dianggap arisan yaitu, ketika Beliau hendak melakukan perjalanan safar. Saat itu, Beliau mengundi siapa yang dapat ikut menemani beliau selama perjalanan tersebut.
 - -Â
Artinya: "Apabila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hendak safar, beliau mengundi diantara istrinya. Siapa yang namanya keluar, beliau akan berangkat bersama istrinya yang menang." (HR. Bukhari 2593, Muslim 7196 dan yang lainnya).
Tentang pengundian yang dilakukan Rasulullah di dalamnya tidak terdapat pemindahan hak sehingga tidak muncul perselisihan yang biasanya terdapat dalam arisan yaitu kepemilikan dari harta arisan.
Sebenarnya tidak ada dalil khusus yang menghukumi haramnya arisan. Sehingga baiknya hukum arisan dikembalikan kepada kaidah Fiqh, yaitu:
Â
Artinya: "Asal hukum semua tindakan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang menyatakannya haram."
Sehingga berdasarkan uraian analisis tersebut, untuk implementasi produk TARBIAH pada bank syariah diperbolehkan. Namun dengan syarat, selama hal-hal yang terkait pada pelaksanaannya memang dilakukan secara benar menurut sudut pandang syariat Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H