Negara harus memahami betapa beratnya beban ekonomi yang ditanggung oleh masyarakat saat ini. Rakyat bertanggung jawab atas semua kebutuhan pokok mereka, termasuk sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Ditambah lagi dengan adanya kenaikan tarif listrik, pajak, dan lainnya.
Namun di sistem kapitalisme saat ini, negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator. Negara membuat dan mengatur regulasi pro kapitalis, sedangkan rakyat dibiarkan menanggung sendiri beban hidupnya. Tidak peduli betapa sulitnya rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, negara hanya membuat regulasi yang mencekik rakyat.
Kedua, swasta diberi kebebasan sebebas bebasnya untuk memutuskan apakah mereka akan berinvestasi atau mengelola bidang listrik. Akibatnya, PLN sebagai BUMN milik negara harus memikul tanggung jawab berkali lipat lebih besar untuk mengelola dan mendistribusikan listrik kepada masyarakat. Hal ini karena PLN harus melakukan pembelian bahan baku atau tenaga listrik yang mahal dari swasta dan kemudian mengirimkannya ke daerah terpencil dengan segala keterbatasan infrastrukturnya. Sementara itu, negara tidak memenuhi kewajibannya untuk membangun infrastruktur publik yang memudahkan akses jalan atau membangun jaringan listrik di daerah yang memiliki kondisi geografis yang sulit, seperti Papua dan daerah pelosok lainnya. Inilah wujud kelalaian dan lepasnya tanggung jawab negara untuk melayani rakyat.
Dalam aturan Islam, penguasa dalam sebuah negara memiliki kewajiban untuk melayani rakyat. Bentuk pelayanannya meliputi pemenuhan kebutuhan pokok rakyat secara murah dan mudah, atau bahkan gratis. Sedangkan listrik merupakan sumber energi milik umum yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat dan wajib dikelola oleh negara. Rasulullah bersabda, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api."(HR Abu Dawud dan Ahmad). Listrik menghasilkan aliran energi panas (api) sehingga termasuk dalam kategori "api" yang disebutkan dalam hadis tersebut.
Selain itu, sumber pembangkit listrik, seperti batu bara dan berbagai barang tambang lainnya juga termasuk dalam kategori harta milik umum. Maka dari itu, pengelolaannya pun tidak boleh diserahkan kepada individu, perusahaan swasta, atau bahkan negara asing. Ini karena barang tambang seperti batu bara jumlahnya sangatlah banyak dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas. Negara adalah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab untuk mengelola sumber energi listrik tersebut, memproduksi, dan mendistribusikannya kepada rakyat.
Saat aturan Islam kaffah diterapkan dalam sebuah negara, negara Khilafah akan mengambil beberapa kebijakan untuk memenuhi kebutuhan listrik rakyat, antara lain: (1) membangun sarana dan fasilitas pembangkit listrik yang memadai; (2) mengeksplorasi bahan bakar listrik secara mandiri; (3) mendistribusikan pasokan listrik murah kepada rakyat; dan (4) mengambil keuntungan dari pengelolaan sumber daya alam, termasuk barang tambang, untuk memenuhi kebutuhan rakyat lainnya seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, pakaian, dan rumah.
Negara dapat memenuhi tanggung jawabnya dengan baik dan amanah jika pengelolaan sumber daya listrik didasarkan pada syariat Islam secara kaffah. Selain itu, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan listrik mereka untuk keperluan sehari-hari. Mengingat potensi keberlimpahan sumber daya tambang yang sangat berharga di negara-negara muslim, akses dan layanannya dapat diakses di seluruh negeri dengan biaya yang relatif murah, atau bahkan gratis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H