Dalam kasus Latiao misalnya, negara memiliki kewajiban dan wewenang untuk memantau dan mengawasi uji kelayakan dari semua aspek, termasuk bahan impor, produksi, komposisi, dan distribusi. Meskipun produksi dilakukan oleh individu atau industri swasta, negara tetap harus melakukan pengawasan untuk menjamin keamanan dan kesehatan masyarakat. Jika kewajiban ini tidak dilakukan, maka hal itu disebut sebagai kelalaian dan perbuatan lepas tanggung jawab.
Padahal, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Dan dalam aturan Islam, setiap pemimpin dianggap sebagai pengurus. Yang bermakna seorang pemimpin harus bertanggung jawab atas apa yang dia pimpin. Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah bersabda, "Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang dipimpinnya. Penguasa yang memimpin rakyat akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Istri adalah pemimpin terhadap rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka. Dan seorang budak juga merupakan pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya. Ketahuilah, setiap kalian akan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya." (HR Bukhari No. 6605).
Penguasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas semua orang yang dia pimpin. Jika dia menemukan bahwa pejabat di bawahnya tidak melakukan pekerjaan mereka dengan baik, penguasa harus bersikap tegas dan memberikan sanksi kepada mereka. Negara, dalam hal ini penguasa, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat aman. Dengan menggunakan mekanisme yang dicontohkan oleh sistem Islam, negara akan menetapkan kebijakan keamanan pangan sebagai berikut:
Pertama, menetapkan regulasi untuk industri makanan dan minuman agar sesuai dengan ketentuan halal dan tayib (aman). Artinya, produk pangan yang beredar tidak mengandung bahan berbahaya dan tidak menyebabkan penyakit degeneratif seperti diabetes, kanker, penyakit jantung, dsb.
Kedua, melakukan pengawasan dengan peran al-hisbah, lembaga negara yang mengawasi dan mengontrol industri makanan harus mencegah kecurangan, penipuan, pengurangan takaran dan timbangan, serta menjamin keamanan obat dan bahan pangan yang beredar.
Ketiga, memberikan edukasi secara menyeluruh kepada masyarakat luas tentang standar pangan dalam Islam, yaitu halal, tayib, dan aman. Edukasi dilakukan melalui berbagai media, lembaga layanan kesehatan, dan tayangan edukatif yang menarik.Â
Keempat, mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan dan individu yang melanggar peraturan peredaran obat dan makanan yang sesuai dengan standar halal, tayib, dan aman.
Dengan berbagai kebijakan tersebut, negara telah melakukan tindakan preventif/pencegahan sebagai cara untuk memastikan bahwa obat dan makanan yang aman, halal, dan tayib terpenuhi bagi masyarakat.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H