Menjelang masa jabatan Presiden Jokowi berakhir, Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut. Deflasi ini mulai terjadi pada Mei 2024 sebesar 0,03%, meningkat pada Juni 2024 sebesar 0,08%, dan Juli 2024 sebesar 0,18%. Deflasi terus terjadi hingga September 2024 sebesar 0,12%. Padahal, masyarakat sempat melewati hari Iduladha dan momentum tahun ajaran baru dalam rentang waktu itu. Meskipun demikian, masyarakat tidak mampu meningkatkan daya belinya dan terus menunjukkan tren penurunan.
Deflasi adalah indikasi kuat bahwa masyarakat mengalami penurunan daya beli secara keseluruhan. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan harga barang dan jasa sebagai akibat dari kehilangan pembeli. Lesunya daya beli masyarakat adalah konsekuensi nyata dari kemampuan mereka yang terus menurun sebagai akibat dari rendahnya upah dan banyaknya PHK.
Pengamat ekonomi Meti Astuti, S.E.I., M.Ek. menganggap deflasi beruntun sebagai tanda kondisi ketimpangan ekonomi yang kian luas dan parah. "Ketimpangan ekonomi adalah indikasi gagalnya negara menyejahterakan rakyat. Hal ini juga sebagai tanda akumulasi kapital terjadi di tangan segelintir pihak yang mendapat privilege (hak istimewa) untuk menguasai sumber ekonomi milik rakyat," tuturnya pada MNews pada hari Jumat, 11 Oktober 1924.
Menurutnya, ini adalah karakteristik dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang membebaskan kepemilikan terhadap sumber daya ekonomi. Akibatnya, seglintir orang yang kaya akan makin kaya, sedangkan sebagian besar rakyat hidup dalam kemiskinan. "Indikasi ketimpangan tampak dengan bertambahnya jumlah masyarakat miskin dengan kekuatan ekonomi yang terus melemah seiring berjalannya waktu," katanya. "Jumlah tabungan di bawah Rp100 juta terus melorot, sementara tabungan masyarakat di atas Rp2 miliar justru terus meroket," imbuhnya.
Meti juga melihat data dari Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), yang menunjukkan bahwa simpanan nasabah di atas Rp2 miliar meningkat 8,9% pada Maret 2024, dan terus meningkat menjadi 10,11% pada April 2024. "Lalu pada Agustus 2024, tabungan orang kaya terus meningkat hingga Rp4,245 triliun. Sementara orang miskin, jangankan punya tabungan, mereka bahkan tidak punya cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," imbuhnya lagi dengan sedih.
Salah satu penyebab turunnya daya beli masyarakat yang makin besar ialah badai PHK pada sektor manufaktur, khususnya tekstil. Badai PHK membuat masyarakat kehilangan pemasukan sehingga kemampuan memenuhi kebutuhan pokok menjadi hilang. Dampaknya pun nyata terlihat, banyaknya keluarga terlantar, anak-anak putus sekolah, para ibu yang tidak punya bahan pangan untuk dimasak, dan banyak anak yang kekurangan gizi. Oleh karena itu, masyarakat kelas miskin harus memperoleh subsidi penuh dari negara agar dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan dapat bangkit kembali.
Maka dari itu, pemerintah harus menciptakan iklim ekonomi yang memungkinkan sumber-sumber pendapatan ekonomi melalui perdagangan, industri, jasa-jasa, kembali hidup. Hal ini bertujuan agar masyarakat tidak mengalami kesulitan untuk mencari pekerjaan. Pemerintah juga harus segera menangani kenaikan tingkat kemiskinan dan penurunan daya beli masyarakat yang kian besar.
Selain itu, privatisasi tanah milik umum harus dihentikan, dan kemudian lahan tersebut harus dikembalikan ke fungsinya sehingga dapat diakses oleh masyarakat luas. Jika ini terjadi, masyarakat akan dapat memanfaatkan alam dan semua yang ada di atasnya secara bebas. Masyarakat akan memanfaatkan secukupnya untuk kebutuhan keluarganya.
Namun, kondisi yang terjadi sekarang justru sebaliknya. Ketika sumber daya alam diserahkan kepada swasta, maka mereka akan terus mengekploitasi secara besar-besaran untuk memperoleh keuntungan finansial yang besar bagi diri mereka sendiri. Sedangkan kerusakan alam dan lingkungan yang ditimbulkan kian menambah penderitaan rakyat.
Oleh karenanya, situasi seperti ini harus segera dihentikan dengan menerapkan sistem ekonomi Islam yang mengatur kepemilikan sumber daya ekonomi untuk mencapai kesejahteraan dan pemerataan. Karena sistem ekonomi Islam memungkinkan masyarakat untuk meningkatkan kekayaannya secara wajar. Masyarakat juga akan memiliki kemampuan daya beli secara kompetitif dan progresif. Dengan sistem ini, ekonomi terus berkembang dengan basis yang kuat.Â