Padahal, berdasarkan aturan Islam, prinsip-prinsip pengembangan harta sesungguhnya bersifat khas. Prinsip dasarnya yaitu seorang pemilik harta (shahibul maal) dapat mengembangkan hartanya melalui kerja sama dengan pengelola harta (mudarib). Investasi dana para jemaah jelas tidak sesuai dengan prinsip pengembangan harta dalam Islam. Hal ini membuat maqashid syariah (terwujudnya manfaat bagi umat) dalam pengelolaan dana para jemaah menjadi kabur dan tidak tercapai.
Agar pengelolaan dana haji transparan dan sesuai dengan biaya riil, harus diurai terlebih dahulu pengaturan kuota haji per tahun dan tata kelola yang berorientasi pada prinsip pengurusan urusan umat. Oleh karenanya, masalah panjangnya antrean adalah masalah yang wajib pemerintah urai. Caranya yakni dengan menyediakan kuota yang realistis.
Saat ini, mengularnya antrean jemaah setiap tahun terjadi akibat pemerintah yang terus menerima setoran dana awal jemaah. Pemerintah juga memberikan fasilitas berupa mudahnya setoran awal dengan digit yang kian ringan. Maka, menjadi hal yang wajar jika antrean bisa mencapai puluhan tahun. Ditambah lagi dengan adanya sistem pembagian haji khusus dan reguler.Â
Selain itu, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan prinsip syariat secara mendasar bahwa wajibnya haji adalah sekali seumur hidup. Pemerintah juga harus melakukan edukasi bahwa ibadah haji berlaku bagi mereka yang memenuhi syarat dan memiliki kemampuan. InsyaAllah, dengan tata kelola yang baik, negara akan mampu memfasilitasi setiap warganya untuk menjalankan ibadah haji.
Mengenai tata kelola, termasuk di dalamnya adalah biaya untuk menunaikan ibadah haji, biaya keberangkatan, biaya hidup, pelayanan selama menjalankan ibadah, hingga kembali ke tanah air, hendaknya sesuai dengan biaya riil. Maka, pemerintah perlu memastikan kuota sesuai target per tahun.Â
Namun faktanya, pemerintah justru membiarkan pendaftaran para jemaah terus mengular hingga waktu tunggu yang mencapai puluhan tahun. Berdasarkan hal itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan edukasi berkelanjutan kepada masyarakat.Â
Di sisi lain, pemerintah juga harus paham bahwa peruntukan dana haji bukanlah untuk investasi atau bahkan melakukan pengembangan. Hal tersebut dilarang dalam Islam walaupun dengan dalih memperhatikan aspek kehati-hatian guna mewujudkan maqashid syariah sebagaimana saat ini.
Kondisi pemerintah saat ini sangat jauh berbeda dengan kondisi penguasa yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Ketika sistem pemerintahan Islam berdiri, maka seluruh negeri muslim adalah satu kesatuan. Tidak boleh ada komersialisasi penyelenggaraan haji oleh pihak mana pun karena Tanah Haram adalah tanah seluruh kaum muslim.Â
Di sinilah urgensi memperjuangkan pengembalian sistem pemerintahan Islam (kekhalifahan Islam). Khilafah akan menyelenggarakan ibadah haji sesuai syariat Islam, melakukan pelayanan maksimal kepada para jemaah, membangun infrastruktur, serta menyediakan berbagai fasilitas sebagai bentuk riayatusy syu'unil ummah. Prinsip syariat yang dijalankan oleh Khilafah meniscayakan penyelenggaraan ibadah haji akan efisien dan berkah bagi seluruh umat Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H