Pada pelaksanaan Modul Nusantara minggu ke-empat belas kami peserta Pertukaran Mahasiswa Merdeka Universitas Samudra kelompok 1 Mangrove, berkesempatan untuk melaksanakan kegiatan "Refleksi perjalanan menyusuri kearifan lokal berbasis edukasi mitigasi bencana dengan metode Learning Journal" di Museum PLTD Apung Banda Aceh. Pada pembahasan kali ini topik utamanya yaitu mengenai pencegahan atau mitigasi bencana khususnya dilihat dari latar belakang Aceh yang pernah menjadi kawasan yang terdampak oleh bencana alam yaitu tsunami. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan wawasan gagasan serta mahasiswa dapat lebih aktif, optimal dan interaktif dalam setiap penyampaian materi.Â
INFORMASI UMUM
Tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004 merupakan bencana alam yang masih sulit dilupakan oleh masyarakat Aceh karena memakan banyak korban. Peristiwa di lepas pantai Aceh itu terjadi pasca gempa sembilan titik di Samudera Hindia yang disebut-sebut sebagai gempa terbesar yang pernah terjadi sepanjang sejarah dunia. Â
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung menjadi saksi bisu bencana tsunami dahsyat yang melanda Aceh. Kapal sepanjang 63 meter dan berbobot 2.600 ton itu memiliki motor listrik berkekuatan 10,5 megawatt. Seolah disihir, gelombang besar tsunami mampu menyeret kapal PLTD Apung hingga sejauh 3 kilometer menuju pusat bekas kota maritim Banda Aceh, tepat di sebelah pelabuhan penyeberangan Ulee Lheue.  Hingga saat ini kapal tersebut berada di Desa Punge Blang Cut, Banda Aceh. Kisah ini tidak hanya menjadi simbol besarnya gelombang tsunami, namun juga simbol kebahagiaan di tengah bencana yang tak terkatakan. Setelah masa pemulihan akibat bencana tsunami, kapal yang semula berfungsi sebagai pembangkit listrik tidak berfungsi sebagaimana mestinya.  Pemerintah Aceh kemudian mengubah kapal tersebut menjadi objek wisata pasca tsunami, Museum Terapung PLTD. Hal ini untuk memastikan generasi mendatang akan melihat dampak buruk dari peristiwa ini dan mengingat sejarah bencana yang  terjadi.  Kini, interior PLTD Apung menjadi museum edukasi bantuan bencana yang dipenuhi berbagai informasi  tentang proses dasar PLTD Apung dalam bentuk gambar video. Lokasi ini juga sering digunakan sebagai tempat kunjungan lapangan bagi anak-anak sekolah untuk memperkenalkan pendidikan kebencanaan atau mitigasi bencana sejak dini.Â
INFORMASI YANG KAMI PEROLEHÂ
Mitigasi bencana tsunami adalah sistem untuk mendeteksi tsunami dan memberi peringatan untuk mencegah jatuhnya korban. Ada dua jenis sistem peringatan dini tsunami, yaitu sistem peringatan tsunami internasional dan sistem peringatan tsunami regional. (SUMBER BPBD-RI)
Tujuan dari Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah, untuk memberikan waktu kepada masyarakat, khususnya di daerah rawan tsunami, untuk mengungsi atau melarikan diri dari bencana ke tempat yang lebih aman. Hal ini juga memungkinkan untuk meminimalkan jumlah calon korban. BMKG resmi mengeluarkan peringatan dini tsunami untuk  pertama kalinya, berdasarkan hasil analisis tsunami yang mendekat.  BMKG menyampaikan informasi peringatan dini tsunami kepada masyarakat umum dan berbagai lembaga perantara melalui berbagai sarana komunikasi. Selain itu, BMKG memiliki prosedur standar penyampaian peringatan dini ke berbagai lembaga perantara tersebut di atas, dimana  penyampaian peringatan dini dibagi menjadi 4 tahap. Empat tahapan peringatan dini tsunami  BMKG adalah:Â
Peringatan Dini 1 : Berisi informasi parameter gempa bumi, waktu terjadinya, lokasi episenter (lintang, bujur), kedalaman, intensitas, skala intensitas di beberapa lokasi dan kemungkinan tidak terjadi/terjadinya tsunami, serta tingkat gempa. gempa bumi dan ancaman terjadinya tsunami.Â
Peringatan Dini 2 : Berisi informasi perkiraan ketinggian  tsunami serta perkiraan waktu dan wilayah terjadinya tsunami.Â
Peringatan Dini 3: Berisi informasi mengenai kondisi  tsunami di wilayah lain yang terkena dampak tsunami.Â