Nafas sebuah Tulisan
Berbagai macam alasan yang menjadikan kita enggan untuk menulis, kurang enak pikiran atau berfikir tidak sedang mempunyai sebuah ide untuk bahan tulisan. Akan ada kendala yang kapan pun siap menghambat laju goresan keyboard PC kita. Kenapa kok bisa seperti itu,
Mungkinkah kita melupakan apa yang menjadi tujuan kita menulis?
Sebuah tujuan yang ketika sesaat teringat mampu menjadikan berat terasa ringan, malam terasa siang, bahkan bisa mengebu-gebu bak orang sedang kejatuhan cinta alias jatuh cinta.
Bukankah tujuan di buat sebuah tulisan itu untuk di baca…
Dan sudahkah kita penulis atau yang mengaku penulis seperti saya ini sudah membiasakan diri membaca seperti tujuan kita menulis agar di baca. Atau adakah yang menulis untuk tidak di baca, kalau begitu ngapain juga gabung kompasiana. Nah lho… ketahuan bJJngnya.
Ketika kita menulis agar di baca, maka bukankah alangkah baiknya kita juga membiasakan diri untuk membaca. Tak bisa membayangkan sebuah tulisan jika sang penulisnya pun begitu enggan untuk membaca.
Menurut kacamata saya, seorang penulis sejati akan menjadikan bacaan sebagai nafas dalam setiap tulisannya. Jadi dengan kata lain tulisan itu juga butuh bernafas, dan nafas sebuah tulisan adalah bacaan. Jadi wajar kalau seorang pakarmampu menciptakan sebuah tulisan yang begitu hidup, lawong mereka tak pernah lupa memberikan nafas dalam setiap tulisannya. Mereka lebih dulu tahu ketika mereka membaca, disitulah mereka akan merasakan arsip-arsip dunia semakin dekat dalam dirinya. Hingga semakin memudahkan mereka untuk menulis.
Kalau pakar saja tak pernah lupa untuk membaca, trus kapan rencana kita mulai memberikan nafas di setiap tulisan kita dengan membaca.
nissa mariyana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H