Jatinangor, kawasan kecil yang dipenuhi oleh mahasiswa dari Sabang sampai Merauke. Sampai saat ini terdapat 4 perguruan tinggi di Jatinangor, yaitu Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Koperasi Indonesia (Ikopin), dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Kampus-kampus tersebut merupakan perguruan tinggi ternama yang menghimpun mahasiswa dengan berbagai budaya dan kebiasaan yang berbeda. Keberagaman budaya ini menciptakan fenomena multikulturalisme yang menarik.
Keberagaman ini nyatanya menciptakan tantangan sekaligus peluang untuk membangun lingkungan inklusif di tengah perbedaan. Hal ini memberikan kesempatan bagi seluruh mahasiswa yang ada di Jatinangor untuk mempelajari berbagai budaya yang ada dalam berkegiatan sehari-hari. Di kelas, kantin, hingga lingkungan kos, mahasiswa berjumpa dengan teman-teman dari berbagai latar belakang budaya. Interaksi ini membuka wawasan tentang tradisi, nilai, dan kebiasaan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, mahasiswa luar Jawa, akan menyesuaikan diri dengan mempelajari budaya yang ada di Jatinangor, seperti budaya mengucap “punteun”.
Perbedaan yang ada tak hanya mengajarkan mahasiswa mengenai toleransi, tetapi juga menjadi sebuah penguat lingkungan kampus yang lebih harmoni. Keberagaman ini dapat menjadi sumber inspirasi dan kreativitas dalam berbagai kegiatan kampus, seperti projek kuliah yang membutuhkan subjek budaya luar Jatinangor, mahasiswa luar Jatinangor bisa memberikan gambaran, cerita, dan pengalamannya. Keberagaman ini juga mengajarkan pengalaman bekerja sama, saling menghormati, dan penemuan solusi bersama meskipun pandangan dari masing-masing orang berbeda.
Di Jatinangor, terdapat banyak kegiatan alternatif yang bisa ditemui sebagai representasi multikulturalisme yang ada. Banyak organisasi-organisasi yang menggambarkan beragamnya budaya di kecamatan kecil ini. Contohnya organisasi yang mengumpulkan mahasiswa yang berasal dari daerah yang sama seperti Organisasi Keluarga Mahasiswa Bandung Unpad (Gamaban). Gamaban seringkali mengadakan kegiatan-kegiatan kebudayaan yang dapat diikuti oleh mahasiswa bandung di Unpad.
Di sisi lain, kegiatan-kegiatan formal maupun informal mahasiswa juga menjadi sarana pengenalan lintas budaya. Kegiatan seperti festival budaya, pameran, dan diskusi menjadi ajang bagi mahasiswa berbagai daerah untuk saling berinteraksi dan mempelajari budaya satu sama lain. Terutama dalam kegiatan kampus seperti salah satu Mata Kuliah yang ada di Fakultas Ilmu Komunikasi yaitu MK Komunikasi Lintas Budaya (KLB) yang mempelajari bagaimana komunikasi lintas budaya bisa terjadi, fenomena-fenomena sosial apa saja yang terjadi saat adanya pertemuan kebudayaan yang berbeda, dan pembelajaran budaya lainnya yang bahkan tak terbatas pada lingkup Indonesia, namun bisa sampai dunia.
Selain itu, keberagaman budaya di Jatinangor ini juga menjadi lebih banyak dan luas setelah adanya program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM), program ini memungkinkan mahasiswa luar jawa untuk berkuliah di Unpad, juga sebaliknya. PMM memberikan warna lebih bagi multikulturalisme budaya di Jatinangor. Multikultural ini didukung dan digambarkan salah satunya dengan adanya pertunjukan festival budaya yang selalu diselenggarakan saat masa program PMM ini akan berakhir. Festival Budaya ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa PMM berbagai daerah untuk menampilkan kesenian ataupun budaya asal daerah mereka, contohnya mahasiswa yang berasal dari Sumatera menampilkan penampilan kebudayaan daerah Sumatera.
Lingkungan multikultural di Jatinangor memainkan peran penting dalam meningkatkan soft skills mahasiswa. Berinteraksi dengan teman-teman dari berbagai latar belakang budaya meningkatkan kemampuan komunikasi antar budaya, empati, dan kerja sama tim. mahasiswa menjadi lebih mudah beradaptasi dan menerima keragaman, yang merupakan kompetensi penting di dunia pekerjaan. Projek kelompok dan kegiatan alternatif dalam maupun luar kampus yang melibatkan mahasiswa dari berbagai daerah memberikan kesempatan praktis untuk mengembangkan dan menyempurnakan keterampilan tersebut.
Multikulturalisme yang “Menantang”
Keberagaman budaya tak dapat dipungkiri dapat menimbulkan tantangan yang cukup besar. Miss komunikasi, stereotip, hingga perselisihan karena kesalahpahaman seringkali menjadi sumber konflik di lingkungan kampus bahkan luar kampus. Hal mendasar dan yang paling sering terjadi adalah perbedaan nilai dan norma yang menyebabkan ketegangan antar pribadi bahkan kelompok. Misalnya, nilai dan norma yang dipercayai dan dibiasakan oleh mahasiswa dari suatu daerah bisa jadi dianggap sebagai nilai yang “kurang etis” bagi mahasiswa dari daerah yang berbeda, seperti perbedaan dalam hal berbicara. Orang Medan yang terbiasa menggunakan nada tinggi akan dipandang kurang mengenakkan oleh orang sunda dan jawa yang terbiasa menggunakan nada rendah. Diskriminasi dan stereotip juga masih menjadi tantangan yang nyata.
Tantangan dalam keberagaman ini perlu diperhatikan oleh berbagai elemen, seperti mahasiswa, pihak kampus, dan masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai upaya menciptakan lingkungan yang inklusif. Keberagaman budaya sebagai multikulturalisme di Jatinangor juga merupakan aset berharga yang perlu dijaga dan dikembangkan. Menghargai perbedaan akan menciptakan lingkungan kampus yang harmonis dan nantinya akan mendorong keproduktifan.
Untuk mengatasi tantangan yang timbul dari adanya keragaman budaya, beberapa strategi ini dapat diterapkan. Pertama, program orientasi budaya untuk mahasiswa baru, ini sangat penting untuk dilakukan agar membiasakan mereka mengenal dan mengetahui budaya lokal Jatinangor. Upaya ini efektif mengurangi kesalahpahaman dan konflik antara mahasiswa dan masyarakat. Kedua, meningkatkan kegiatan yang mendorong inklusivitas, seperti seminar dan lokakarya tentang toleransi dan kolaborasi lintas budaya. Terakhir, kampus harus menegakkan kebijakan yang ketat terhadap diskriminasi dan stereotip untuk memastikan lingkungan yang aman dan ramah bagi semua mahasiswa.