Mohon tunggu...
nisrina nadia susanto
nisrina nadia susanto Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

go thrifting and pick your style! @thriftedbynis

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Yuk! Tampil Modis dengan Budget Minimalis

2 November 2022   21:46 Diperbarui: 3 November 2022   07:01 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: ig @thriftedbynis

Nisrina Nadia Susanto-Para remaja masa kini yang terpengaruh oleh merek fashion yang seperti Zara, H&M, dan Uniqlo, serta spill fashion TikTok yang populer di kalangan remaja yang ingin mengikuti tren fashion. Brand ini biasa disebut sebagai fashion retail shop yaitu mengambil inspirasi dari busana yang sedang populer saat ini di fashion week paling terkenal di dunia kemudian dimodifikasi agar lebih terjangkau dan mudah diakses oleh masyarakat di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun, hal itu menumbuhkan pola pikir konsumerisme di mana orang terus-menerus membeli pakaian baru, yang dapat berdampak buruk bagi lingkungan dan diri mereka sendiri.

Pertumbuhan industri fashion nyatanya diikuti ancaman kerusakan lingkungan akibat limbah tekstil. Dikutip dari United Nations Climate Change News bahwa industri fashion menyumbang 10% emisi gas rumah kaca yang diakibatkan rantai pasokan yang panjang dan penggunaan energi dalam produksi yang intensif. Dilansir dari data 2018 menyebutkan bahwa industri fashion menghasilkan 2,1 miliar ton CO2eq. yang artinya mewakili 4% emisi karbon global oleh Negara seperti Prancis, Jerman, dan Inggris sebagai tiga negara industri penghasil besar emisi. Melansir dari dari UNEP (2021), sektor fashion menggunakan 93 miliar meter kubik air setiap tahun, dengan pewarnaan dan pemrosesan kain menyumbang sekitar 20% dari air limbah industri fashion secara global. Selain itu, industri fashion menyumbang 10% dari emisi karbon tahunan di seluruh dunia yang diperkirakan meningkat lebih dari 50% pada 2030.

Dengan adanya ancaman ini masyarakat jadi menyadari dan mulai memakai barang thrift. Pada zaman dahulu, pakaian memiliki kegunaan praktis untuk melindungi dan menutupi bagian tubuh, namun seiring berkembangnya zaman, banyak para remaja yang memilih pakaian berdasarkan tren fashion untuk mengekspresikan identitas diri mereka, tetapi tidak semua mampu untuk membeli pakaian baru dengan harga mahal, adanya budaya thrifting membuat semua kalangan umur dapat tampil modis dengan budget minimalis.

Secara terminologi, thrifting berarti membeli barang bekas. Secara bahasa thrift diambil dari kata thrive yang berarti perkembangan atau kemajuan. Sedangkan kata thrifty dapat diartikan sebagai penggunaan uang dan barang lainnya secara tepat dan efisien, sehingga thrifting dapat diartikan sebagai membeli barang bekas untuk menghemat atau menggunakan uang secara efektif. Berbeda dengan zaman dahulu, kegiatan thrifting ini bahkan sudah merambat ke media online yaitu jejaring sosial dan platform belanja online. Kegiatan ini sebenarnya adalah cara yang bertujuan untuk penghematan, barang yang dibeli adalah barang yang pernah dipakai atau biasa disebut dengan barang bekas, namun kualitas  dari pakaian thrift ini masih sangat layak pakai.

Bagi para remaja, thrifting merupakan kegiatan yang menarik, selain menghemat biaya, kegiatan ini menantang konsumen untuk memilih pakaian yang bagus dan masih cocok untuk dipakai hingga saat ini. Hal tersebut dapat mengasah kreativitas dalam mencari baju yang serasi tanpa mengeluarkan uang yang banyak, karena harga pakaian thrift sangat terjangkau. Kegiatan ini juga dinilai lebih banyak positifnya daripada negatifnya, bahkan kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan bernegosiasi, karena harga yang didapat saat negosiasi juga lebih murah. Tidak hanya itu, mereka percaya bahwa pakaian bekas dapat memberikan nilai, seperti nilai guna bagi masyarakat yang membutuhkan pakaian untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk acara, tanpa harus membeli baru yang terkadang hanya digunakan sesekali dengan harga yang lebih mahal dibanding pakaian bekas. Faktor ekonomi juga menjadi alasan utama mengapa para remaja memilih membeli pakaian bekas, karena harganya yang jauh lebih murah dan terjangkau dibanding membeli pakaian baru. Karena harganya yang murah, adanya thrifting dapat menjadi alternatif berbelanja produk bermerek dengan harga yang murah dibanding harus beli baru. Bahkan jika beruntung, kita bisa mendapatkan pakaian limited edition yang sudah tidak diproduksi lagi dengan harga yang terjangkau. 

Nah, jika kalian merasa malas untuk thrifting langsung ke pasar, tenang aja, aku punya rekomendasi thrift shop yang best seller dan worth it banget untuk di beli. Kalian bisa langsung cek instagram @thriftedbynis, harganya terjangkau, mulai dari harga 50k aja, kualitasnya juga masih seperti baru, dan tentunya sudah siap pakai!

source: ig @thriftedbynis
source: ig @thriftedbynis

Jangan heran yaa jika saat ini thrifting digemari para remaja dan menjadi alternatif untuk tampil modis dan unik dengan cara yang menguntungkan kantong sekaligus menguntungkan bumi loh!

Daftar Pustaka

https://www.facebook.com/unep. Putting the brakes on fast fashion. UNEP. Published 2018.  https://www.unep.org/news-and-stories/story/putting-brakes-fast-fashion

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun