Mohon tunggu...
Amelia Nisrina Almas
Amelia Nisrina Almas Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hidup itu sekali, ngga boleh rugi!

Selanjutnya

Tutup

Money

Bumerang Utang Luar Negeri, Rakyat Tetap Jadi Korban

21 Juni 2016   22:07 Diperbarui: 21 Juni 2016   22:11 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: linkedin.com

Masyarakat tentu sudah tidak asing lagi mendengar kata “Utang”. Masyarakat biasanya berutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya atau bahkan ada juga yang berutang untuk melakukan investasi bisnis. Begitu juga dengan pemerintah, dalam memenuhi kebutuhan penganggaran ada berbagai kebijakan termasuk kebijakan pembiayaan utang.

Di dalam Penganggaran Negara, utang adalah salah satu bagian dari Kebijakan Pembiayaan Negara yang dilakukan pemerintah.  Pembiayaan utang ini memegang peranan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan anggaran. Jika kita melihat flashback, maka akan kita temukan bahwa salah satu prinsip penganggaran adalah prinsip efektifitas dan efisiensi anggaran yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan secara maksimal.

Pembiayaan utang sendiri terbagi menjadi tiga cabang yaitu Surat Berharga Negara (SBN), Pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Pembiayaan utang yang akan kita soroti saat ini adalah pembiayaan utang yang bersumber dari luar negeri.

Data yang di dapat dari CNN Indonesia,Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah utang luar negeri yang ditarik swasta dan pemerintah pada Juli 2015 sebesar US$ 303,7 miliar atau mencapai Rp 4.376,3 triliun (kurs terkini Rp 14.410/US$). Ternyata bukan saja angkanya yang fantastis, tetapi ternyata dibalik cerita pemberian pinjaman dari luar negeri seringkali ada buntut-buntut yang tidak diundang.

Utang yang seharusnya digunakan untuk membiayai program – program  dan kegiatan pemerintah dengan tujuan mensejahterakan masyarakat, justru menjadi boomerang. Seringkali dalam proses pemberian pinjaman luar negeri, terdapat syarat – syarat yang justru merugikan pemerintah bahkan sampai masyarakat. Sudah bukan jadi rahasia lagi, bahkan media sosial seperti merdeka.com dengan terang-terangan memberitakan mengenai prasyarat tersebut.

Salah satunya adalah dengan pembuatan “undang-undang pesanan”, disebut dengan UU pesanan karena UU ini dibuat sebagai salah satu syarat diberikannya pinjaman luar negeri. Salah satu UU pesanan ini adalah UU Migas yang dibuat ketika Indonesia dipinjamkan USD 500 juta. Di dalam UU tersebut terdapat pasal – pasal yang tidak masuk akal seperti pembatasan penggunaan gas lebih dari 20 persen. Informasi di atas dimuat dalam merdeka.com setahun yang lalu dengan narasumber yang bukan sekedar pakar ekonomi melainkan Menko Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli (baca selangkapnya di sini). Berita ini hanyalah satu dari entah berapa kasus pemberian pinjaman luar negeri yang justru sebenarnya merugikan.

Tidak hanya media sosial formal sekelas merdeka.com, ternyata broadcast medsos pun banyak yang memberitakan prasyarat merugikan dalam pemberian pinjaman luar negeri. Salah satunya adalah pemberian konsesi serta ijin masuk pekerja dari negeri tirai bambu sebanyak xxx ke Indonesia sebagai prasyarat pemberian negeri itu kepada Indonesia. Pekerja di dalam negeri saja sudah banyak yang menganggur, sekarang ditambah pekerja dari negara lain. Apakah hal tersebut tidak menambah angka pengangguran di dalam negeri. Jika sudah seperti ini, apakah utang yang ada bisa mensejahterakan masyarakat? bukannya mensejahterakan masyarakat, yang ada justru merugikan pemerintah yang artinya merugikan masyarakat juga.

Berita seperti ini dari tahun ke tahun bagaikan angin lalu. Masyarakat disibukkan dengan kehidupannya masing – masing. Masyarakat kelas elite sibuk dengan bisnisnya, masyarakat kelas menengah sibuk dengan pekerjaan kantorannya yang menyita weekday bahkan weekend nya, dan tidak kalah juga masyarak kelas bawah sibuk mempertahankan hidupnya dari hari ke hari. Kemudian ketika pemerintahan salah langkah, masyarakat akan menghina habis-habisan mengatakan kinerja pemerintah yang buruk, pemerintah menjual kedaulatan, atau dengan kataan hinaan lainnya.

Sebenarnya masyarakat yang acuh pun mempunya andil dalam kebobrokan pemerintahan yang ada. Pemerintahan yang ada tidak mungkin menjadi baik tanpa adanya pengawalan dari masyarakat. Masyarakat  perlu mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah. Mungkin salah satu penyebab tingginya pembiayaan utang dari luar negeri karena pembiayaan dalam negeri sudah tidak memungkinkan. Maka pengusaha di Indonesia harus mampu menjadi pengusaha sukses sehingga pemerintah bisa mengurangi pinjaman luar negerinya.

Walaupun memang tidak menutup kenyataan bahwa adanya Undang – Undang pesanan ini pun karena adanya pejabat pemerintah yang ikut bersekongkol. Jangan biarkan Indonesia menjadi seperti yang diceritakan dalam Film 3 (Alif Lam Mim). Dimana pemerintah yang berkuasa sengaja menciptakan masalah agar tercipta keseimbangan antara kedamaian dan kekacauan laiaknyan Yin dan Yang.

Mari kita kawal kebijakan -  kebijakan pemerintah. Berusahalah untuk tidak menjadi masyarakat yang asik sendiri. Tentunya kita tidak ingin, kelak anak cucu kita, kita wariskan UTANG!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun