Mohon tunggu...
Nisrina Sri Susilaningrum
Nisrina Sri Susilaningrum Mohon Tunggu... Guru - Great Learner

Great Learner

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Apa yang Lebih Merah dari Darah?

12 Juni 2016   18:08 Diperbarui: 13 Juni 2016   00:53 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

apakah yang lebih merah dari darah?
tak ada, katamu kala itu
tapi aku menyanggahnya kala itu juga
aku bilang bahwa ada yang lebih merah dari darah, itulah sejarah

ketika Adolf Eichmann menggiring para Jewish ke Auschwitz atas perintah Hittler sang Fuehrer
ketika bedil tentara menyebabkan merah di Lapangan Tiananmen
ketika mortir tak bermata menerjang anak-anak dan wanita di tanah yang dijanjikan
ketika nuklir meluluhlantakkan Hiroshima Nagasaki dalam radiasi

matahari tak pernah salah menyinari
begitu pula dengan rembulan
mereka lebih tahu mana yang lebih merah atau bahkan lebih hitam dari
segala yang melekat dalam jalinan hari

tuhan, masihkah perlu merah itu menjadi lebih merah?
ataukah merah itu harus dibasuh air suci para nabi?
agar tak ada lagi setan yang haus darah
agar tak ada lagi benci yang berkarat di hati

tuhan, benarkah manusia sudah tak layak lagi mencari
cahaya lembut nan hakiki yang melayang setiap hari tanpa bisa digemggam jari
aku sadar terlalu banyak yang kau berikan untuk kami
sedangkan kami masih saja tak beranjak dari tepi, hanya melihat tepi dan juga berkutat di tepi

manusia memang hanyalah pengunyah tepian, yang sedihnya, itu menjadi sejarah
manusia dan sejarah, sejarah dan perjalanannya, dan akhirnya sejarah dan tuhan
tuhan, aku tak mau kau menjadi sesuatu yang tak lagi berarti
namun jaman ini menunjukkan bahwa kau lebih dari tak berarti dari sekedar roti

aku ingin menangis, tuhan
ternyata seperti di Rio sana, membunuh manusia masih sama dengan membunuh ayam
di sini, cangkul berubah fungsi menjadi bahan otopsi
tuhan, sepertinya aku butuh nabi, walau itu tak mungkin lagi

karena sang kekasih sudah menunaikan tugasnya
aku sendiri, tuhan
aku ingin menjadi manusia yang benar-benar manusia
walau mungkin tak sempurna, namun aku akan berusaha

Juni ke-12
Na

Selamat menikmati hidangan buka puasa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun