Mohon tunggu...
Nisrina Nuraini
Nisrina Nuraini Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad angkatan 2020.

Suka menulis dan menemukan fenomena aneh di sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Eksistensi Perubahan Iklim Semakin Terasa, Tanda Bumi Sudah Menua?

4 Juni 2022   21:30 Diperbarui: 4 Juni 2022   22:13 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah anda merasa jika suhu udara justru semakin meningkat ketika memasuki musim hujan? Heran, kini beberapa orang kerap kali menyinggung hawa panas yang menyengat kala siang hari, dan hawa dingin yang tajam di kala malam hari tiba. Padahal biasanya, Indonesia sedang memasuki musim hujan jika ditinjau pada paruh waktu di awal tahun 2022.

Keadaan ini diperparah lagi dengan berkembangnya kesadaran publik mengenai topik krusial bagi semua orang yang hidup di bumi yakni perubahan iklim yang di dalamnya ditandai dengan unsur pemanasan global secara universal. Perubahan iklim tak hanya membuat fenomena jilid baru berupa "anomali suhu" yang semakin meningkat setiap tahunnya, namun juga menjadi boomerang andalan jika terjadi suatu bencana alam yang tak mudah diprediksi presensinya. Anomali suhu udara ini kemudian sering dikaji oleh beberapa ahli klimatologi, salah satu diantaranya adalah data yang diperoleh BMKG setiap tahun demi komparasi anomali suhu yang ada.

Menurut BMKG, tahun terpanas di wilayah Indonesia tetap jatuh pada tahun 2016 dengan data anomali suhu sebesar 0,8 C. Sedangkan untuk tahun 2021 sendiri dinobatkan sebagai tahun terpanas ke urutan delapan berdasarkan data komparasi sejak tahun 1981 hingga 2020. Hal ini disebabkan oleh nilai anomali suhu yang berada di titik 0,4 C dan jika dikomparasikan dengan tahun sebelumnya, yakni tahun 2019 hingga 2020 nilainya lebih kecil atau lebih dingin. Di tahun 2019, anomali suhu Indonesia berada di titik 0,7 C sedangkan untuk di tahun 2020 menempati titik 0,6 C.

Walaupun fakta menyatakan demikian, perubahan iklim tetap menjadi sebuah ancaman yang nyata bagi umat manusia dan kita tidak bisa begitu saja menghindarinya karena hal ini sedang berproses secara langsung sekarang, jadi alih-alih membuat gerakan untuk mencegah, gerakan untuk meminimalisir akibat dari perubahan iklim itu sendiri lebih dibutuhkan di masa kini.

Lantas, apa saja fenomena alam yang bisa dan kemungkinan terjadi atas dampak dari perubahan iklim yang ekstrem tersebut? Salah satu ciri-cirinya tentu saja dapat kita temukan melalui anomali suhu yang sudah disebutkan di awal tadi. Kita sering merasa jika suhu udara panas ketika di musim hujan ataupun sebaliknya, merasa suhu dingin yang ekstrem di malam hari kala musim kemarau datang.

Dalam sesi Talkshow Parade Jurnalistik 2022 yang bertema "Encouraging the Society to Understand Climate Matters Through Science Journalism." Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat, yakni Meiki Wemly Paendong menyatakan "jika salah satu dampak perubahan iklim itu, selain anomali suhu juga bisa berupa fenomena alam yang tiba-tiba terjadi dan tidak dapat manusia prediksi." Beliau memberikan salah satu contoh yang baru saja terjadi sekitar satu bulan yang lalu pada 4 Mei 2022 selepas hari raya Idul Fitri 1443H, salah satu destinasi wisata di Sumedang, Jawa Barat diterjang banjir bandang yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi dengan volume air yang melonjak parah sehingga menyebabkan kerugian tempat dan salah satu pengunjung wisata ditemukan terkulai lemas tak bernyawa di hulu sungai Kabupaten Indramayu.

"Beberapa orang berspekulasi bahwa hal ini dapat dihubungkan dengan penyalahgunaan lahan yang asri sebagai wana wisata, namun menurut pihak WALHI kami menyimpulkan ini karena curah hujan yang tinggi dan gejala perubahan iklim yang ekstrem." Ungkap Meiki.

Menurut penelitian yang dilakukan dalam jurnal Relationship of El Nino-Southern Oscillation and Pacific Sea Surface Temperature with Rainfall in Various Regions of the Globe (1997), curah hujan (terutama yang mengguyur Pulau Jawa) sangat erat kaitannya dengan siklus perubahan anomali suhu permukaan laut di Samudera Pasifik bagian timur dan tengah sekitar daerah equator serta di wilayah permukaan Laut Flores.

Sehingga jika anomali suhu positif berupa El Nino yang terjadi pada Samudera Pasifik, maka akan menimbulkan penurunan curah hujan di sekitar pulau Jawa, sedangkan sebaliknya jika  anomali negatif berupa La Nina terjadi, maka akan mengakibatkan curah hujan yang tinggi di sekitar daerah pulau Jawa, khususnya pada paruh bulan September hingga Nopember.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun