Ontologi merupakan cabang dari ilmu filsafat yang menjelaskan tentang sifat dasar dari realitas. Ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang keadaan alam yang sebenarnya secara universal, teory of reality. Dalam konteks hubungan internasional, ontologi berhubungan dengan premis-premis mendasar tentang sifat dari aktor yang terlibat dan hubungan yang terjadi di dalam sistem internasional. Pendekatan secara ontologis dalam studi Hubungan Internasional mutlak diperlukan dalam kajian makna dan pembatasan definisi agar membentuk pola berpikir dalam pengetahuan yang sah dan terstruktur.
Al-Quran sebagai sumber utama ajaran islam, memiliki prinsip ajaran yang sempurna, universal, dan eternal. Hal tersebut terimplementasikan dengan substansi dari Al-Quran yang tetap relevan dengan perkembangan zaman. Dalam rangka untuk memahami kontekstualisasi Al-Quran dengan baik, diperlukan adanya pemahaman hakikat dan syariat Al-Quran secara menyeluruh dan komprehensif. Dalam konteks Hubungan Internasional, disebutkan dalam Quran Surat Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Dalam buku International Relations in Perspective: The Pursuit of Security, Welfare. And Justice karya Steve Chan 1984 dijelaskan bahwa terdapat 2 komponen penting dalam studi Hubungan Internasional, yaitu actors (pelaku-pelaku) yang melakukan actions (aksi-aksi) sehingga menghasilkan interactions (interaksi-interaksi) yang terjadi di dalamnya. Konsep kajian ilmiah ontologis disini dipertegas dengan pembatasan definisi antara konsep nation-state, yaitu ‘bangsa’ dan ‘negara’. Bangsa merupakan formasi yang terbentuk akibat kesamaan identitas, masa lalu, aspirasi, dan perasaan. Sedangkan, negara merupakan kedaulatan suatu negara yang diakui di tingkat kesetaraan politik internasional
Dalam Tafsir Ibnu Katsir mengenai Quran Surat al-Hujurat ayat 13, dijelaskan pula konsep nation-state dengan kajian ontologis yang berbeda. Perbedaan definisi konsep nation-state dapat disamakan dengan Syu’ub dan Qabail dalam Quran. Dalam Bahasa Indonesia syu’ub diartikan sebagai bangsa-bangsa dan qabail diartikan sebagai suku-suku. Pengertian ‘bangsa’ dalam Bahasa arab adalah Syu’ub [jamak dari sya’bun] yang memiliki arti lebih besar daripada kabilah (suku).
Dari dua hasil kajian diatas dapat disimpulkan bahwa kajian hubungan internasional dari Barat memasangkan konsep bangsa dengan negara. Sedangkan pada ayat diatas, konsep bangsa dipasangkan dengan suku Selain itu, interaksi hubungan timbal balik yang terjadi juga memiliki perbedaan diantara keduanya. Interaksi hubungan internasional barat memiliki homogenitas seragam yang berlaku bagi semua golongan. Konsep homogen tersebut tercerminkan dari Perjanjian Wesphalia 1648, dimana sistem internasional berlaku dengan adanya pengakuan secara teritorial negara. Namun, dalam ayat Quran disebutkan bahwa interaksi yang terjadi antar golongan bisa beraneka ragam. Interaksi diantara entitas yang beraneka ragam tersebut memunculkan konsep ta’aruf (saling mengenal) sehingga dapat menghasilkan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H