Kegiatan pendidikan di Indonesia masih membutuhkan perhatian khusus. Hal ini dikarenakan kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah, sehingga diperlukanya perbaikan, evaluasi dan inovasi. Untuk itu, para calon tenaga pendidik memiliki tugas berat yakni turut berperan dalam memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.
Untuk mewujudkan pendidikan dengan kualitas yang baik, Indonesia memerlukan para tenaga pendidik atau guru dengan keterampilan yang baik pula. Keterampilan disini termasuk didalamnya adalah kemampuan menciptakan pembelajaran yang kondusif, dan mampu menuntun para siswa mencapai hasil pembelajaran yang ditargetkan oleh guru itu sendiri.
Merancang rencana pembelajaran tentulah bukan hal yang mudah dilakukan. Hal ini berlaku pula pada pembelajaran sastra. Selama ini, pembelajaran sastra kurang mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak. Bahkan ada yang menganggap pembelajaran sastra Indonesia itu sama saja dengan pembelajaran Bahasa Indonesia, padahal itu dua hal yang sama sekali berbeda. Guru pun memiliki model, metode dan media yang diterapkan dalam mengajar pembelajaran sastra.
Ibu Kandida S. Pd., M. Pd., seorang guru Bahasa Indonesia senior di SMAN 10 SEMARANG menjelaskan dalam kegiatan wawancara tentang bagaimana kegiatan pembelajaran sastra dilakukan. Pada materi pembelajaran sastra, metode pembelajaran yang digunakan sama dengan materi pembelajaran bahasa, yaitu Problem Based Learning (PBL) dan Project Based Learning (PjBL). PBL merupakan pembelajaran berbasis masalah, dengan mengarahkan siswa untuk mendapatkan informasi dan pengalaman nyata baru dari analisis berbagai pengetahuan dan pengalaman belajar yang dimiliki, serta menghubungkannya dengan permasalahan yang diberikan guru. Dengan kata lain, PBL ini melatih siswa untuk menyelesaikan masalah dan meningkatkan pengetahuannya sendiri. Metode PBL dapat diterapkan dengan membuat sebuah kelompok belajar. Guru membuat tim kelompok untuk diberikan sebuah permasalahan, dan memandu siswa untuk menyelesaikannya sendiri dengan kerja sama tim.
Selanjutnya metode PjBL yaitu metode pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai media pembelajaran, dimana siswa dituntut untuk bisa mengeksplorasi, memberi penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai produk sebagai luaran pembelajaran. Dengan kata lain, PjBL ini menuntut siswa untuk membuat sebuah proyek dengan tujuan memperluas eksplorasi, pemahaman, dan bersikap professional yang mencoba memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Media yang digunakan dalam pembelajaran sastra ini paling utama adalah modul dan buku cetak. Guru kadang menggunakan media LCD sebagai audiovisual, media website sebagai pelengkap, serta media PPT sebagai penunjang belajar.
Beliau juga menjelaskan cara dan proses pembelajaran materi sastra, yaitu pertama kali yang dilakukan dalam pembelajaran kelas adalah menentukan tujuan pembelajaran, dengan menyesuaikannya dengan indikator pembelajaran. Beliau menyampaikan bahwa poin tujuan harus sama banyak dengan indikator pembelajaran. Lalu dalam menyampaikan materi sastra, tak jauh berbeda dengan materi bahasa, yaitu dengan guru menjelaskan apa-apa tentang materi yang disampaikan, sebagai stimulus. Dalam proses pembelajaran, beliau seringkali mengandalkan tugas kelompok dan juga tugas individu, dengan menggunakan model Problem Based Learning dan Project Based Learning. Dalam pembelajaran ini, siswa ditujukan untuk aktif. Terkadang, pada suatu materi sastra terdapat produk luaran dari kerja siswa, seperti membuat cerita historis kehidupan milik mereka sendiri dan dicetak sebagai buku sebagai luaran materi cerita sejarah.
Masalah kesulitan dan kendala yang dialami, beliau mengatakan bahwa tak jauh berbeda dengan mengajar materi bahasa pada umumnya. Kesulitan utama terletak pada diri siswa itu sendiri. Terkadang memang ada siswa yang sangat mudah berkonsentrasi sehingga mampu menangkap materi dengan mudah, lalu ada pula siswa yang konsentrasi nya mudah buyar dan sulit menerima penjelasan dari guru. Inilah yang menjadikan pembelajaran terkadang terhambat. Sulitnya pemahaman, minimnya literasi dan kesadaran belajar yang kurang dari diri siswa, menyulitkan guru dalam pembelajaran sehingga harus memutar otak agar dapat membuat siswa memahami materi dan memenuhi kriteria keberhasilan pembelajaran.
Dari penjelasan Ibu Kandida dalam kegiatan wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa gaya mengajar beliau antara materi sastra dengan materi bahasa tak jauh berbeda, bahkan nyaris sama. Hal ini dikarenakan, bagi beliau inilah model pembelajaran yang tepat untuk pembelajaran siswa. Karena model pembelajaran yang digunakan dalam suatu pembelajaran tidak hanya cocok untuk beberapa siswa, melainkan semua siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda. Perbedaaan model pembelajaran yang terlalu sering dan signifikan bagi sebagian pendidik bukanlah hal yang tepat dalam mengajar siswa dengan kemampuan masing-masingnya, melainkan konsistensi menerapkan suatu model pembelajaran itulah yang membuat siswa terbiasa dan mampu mengikuti pembelajaran dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H