[caption id="attachment_366496" align="aligncenter" width="490" caption="Narasumber Dr. Sonny Harry B. Harmadi dari Lembaga Demografi FEUI dan Moderator Wardah Fajri (Dokumen Koleksi Maria Margaretha)"][/caption]
Semuanya ternyata diawali dari informasi yang akurat untuk membentuk nilai-nilai yang tepat.Sekumpulan nilai (values) yang tepat itulah yang nantinya membentuk kesadaran dan kesalehan sosial di segenap lapisan masyarakat, termasuk tentang pentingnya pembentukan keluarga berencana (family planning).Pesan penting tersebut menjadi pokok paparan Dr. Sonny Harry Budiutomo Harmadi, Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LD FEUI) dalam Nangkring Kompasiana bersama BKKBN, Selasa 14 Oktober 2014.
Acara Nangkring yang diadakan di Outback Steakhouse Kuningan City Mall tersebut bertemakan “Program Kependudukan dan Keluarga Berencana di Era Kepemimpinan Indonesia Raya”.Selain Dr. Sonny, Drs. Akbar Faizal M.Si, sebagai politisi dan deputi Tim Transisi Jokowi – JK juga turut hadir sebagai pembicara di sesi diskusi pertama yang berlangsung dari pukul lima hingga enam sore.Sesi kedua dari jam tujuh hingga delapan malam diisi kembali oleh pemaparan dari Dr. Sonny dan ditutup dengan kuis mengenai kependudukan oleh Drs.Yunus Patriawan Noya,M.Si, sebagai Deputi Advokasi Pergerakan dan Informasi BKKBN.
Saat memulai penjelasannya, Dr. Sonny mengawali dengan pemberian informasi mengenai istilah ‘penduduk’ dan ‘kependudukan’.Menurut beliau, penduduk adalah orang-orangnya, sedangkan kependudukan adalah segala hal yang berhubungan dengan penduduk.
Pakar demografi yang pernah meraih penghargaan sebagai dosen ketiga terbaik di Indonesia oleh Menteri Pendidikan Nasional pada tahun 2010 tersebut juga menjelaskan tentang pentingnya perbedaan pola sosialisasi Keluarga Berencana (KB) di era Kabinet Indonesia Raya kelak.Program KB di masa era Orde Baru bisa dikatakan adalah program yang bersifat wajib karena petugas KB datang ke desa-desa – dengan penyuluhan KB yang lebih bersifat formalitas – dan penduduknya langsung dipasangi alat kontrasepsi, yaitu IUD (spiral) beserta pil KB untuk diminum secara rutin setelahnya.Padahal menurut beliau, sekalipun tingkat pendidikan seseorang masih rendah, beliau yakin dan percaya, orang tersebut pasti tetap bisa diajak untuk bertukar pikiran dan informasi yang bermanfaat, termasuk tentang urusan kependudukan.
Sementara itu, di era pasca reformasi saat ini, dengan akses teknologi dan informasi yang tiada hentinya, Dr. Sonny mengidealkan bahwa keberhasilan program KB di Indonesia dibangun karena adanya informasi yang akurat tentang sejumlah konsekuensi – baik positif maupun negatif - yang harus ditanggung oleh suatu keluarga dengan memiliki banyak anak, apalagi tanpa perencanaan matang.Informasi yang akurat itu nantinya membentuk value dan kumpulan value (mindset) yang tepat serta akan berdampak pada perubahan perilaku yang diharapkan dari seseorang.
Awalnya perubahan sikap dan perilaku memang dimulai dari individu.Namun beliau menuturkan pula, kesadaran dan kesalehan itu seyogyanya tidak hanya dilakukan oleh orang per orang, tetapi harus ditularkan ke banyak orang lainnya.Jika sudah terbentuk kesadaran dan kesalehan sosial, efeknya tidak hanya untuk jangka pendek, tetapi akan terus terasa hingga jangka panjang dan sampai dinikmati oleh generasi mendatang.Itulah yang kelak akan terjadi di Indonesia saat Bonus Demografi terjadi mulai tahun 2015 hingga 2035 atau ketika jumlah penduduk usia produktifmelampaui jumlah usia non-produktif.Keberhasilan KB yang dimulai sejak tahun 1970-an baru terasa manfaatnya setelah 30 tahun pelaksanaanya di Indonesia.
Dr. Sonny mencontohkan tentang keberhasilan Korea Selatan dan Cina dalam mengoptimalkan Bonus Demografi yang mereka miliki saat ini.Contoh yang paling nyata adalah menggurita dan naiknya gengsi merk elektronik dari Korea Selatan dan Cina sehingga mengakibatkan fenomena The Death of Samurais.Produk-produk elektronik dari Samsung di Korsel dan Lenovo dari Cina kini sukses meraup untung dengan menguasai pangsa pasar yang tadinya dikuasai oleh para merk jawara dari negara Matahari Terbit antara lain Sony, Toshiba, Sharp, dan Panasonic.Bahkan kini produk Samsung tak kalah pamornya dengan Apple dari Amerika Serikat.
Lalu, mengapa hal tersebut bisa terjadi? Apakah Jepang sudah mengalami kemunduran di bidang teknologi maupun ekonomi? Jawabannya ternyata berkaitan erat dengan profil kependudukan di negara-negara di Asia Timur tersebut.Struktur penduduk Jepang yang kini diisi mayoritas penduduk lansia, tak terkecuali dengan para eksekutif di perusahaan mereka, menyebabkan pengambilan keputusan dan semangat inovasi semakin melambat.Di lain pihak, Korsel dan Cina diuntungkan oleh tingginya jumlah penduduk usia produktif sebagai dampak positif Bonus Demografi sehingga eksekutif perusahaan di kedua negara tersebut menjadi lebih cepat dan tanggap dengan perubahan serta perkembangan zaman yang sedang terjadi.
Sejak dulu, para generasi muda yang termasuk ke dalam penduduk usia produktif, memang dikenal sebagai agen perubahan atau agent of change.Hal itu pulalah yang menjadi perhatian utama dari ketiga pembicara dari Nangkring bareng BKKBN di Jakarta tadi malam.Dr. Sonny memberikan ilustrasi menarik melalui jumlah tulisan berisi informasi bermanfaat tentang isu kependudukan dari Kompasianer.Intinya semakin banyak, semakin tersebar luas pula informasi demografi yang wajib diketahui banyak orang karena ternyata masih banyak masyakat yang awam.
Penulis lalu menyimpulkan, misalnya 60 orang Kompasianer yang mengikuti Nangkring bersama BKKBN di Jakarta semalam menulis 1 artikel, lalu per artikel dibaca 100 orang, maka sudah ada 6000 orang yang mengetahui info tepat seputar kependudukan dari ahlinya.Kalikan saja jika 6000 orang tersebut tinggal di rumah berisi 5 orang anggota keluarga, maka sudah 30.000 orang di Indonesia yang mendapat pencerahan di bidang kependudukan.Penulis sendiri mendapati fakta memprihatinkan di kalangan terdidik sekalipun seperti mahasiswa, masih banyak yang asing dengan Bonus Demografi dan program Generasi Berencana (GenRe) dari BKKBN.Liputannya dapat dibaca pada reportase tentang survei kependudukan kepada sejumlah mahasiswi di Bogor, “Mana yang Lebih Terkenal, BKKBN atau Programnya?”
Senada dengan Dr. Sonny sebagai akademisi dan peneliti demografi, Akbar Faisal sebagai anggota DPR juga menekankan tentang mutlaknya berpikir dan bertindak progresif tentang kependudukan.Menurut politisi dari Sulawesi Selatan tersebut, mustahil pembangunan di suatu negara akan berhasil jika pemerintahnya tidak menaruh perhatian serius dalam perencanaan dan pengelolaan kependudukan.Maka itulah, urgensi pembentukan Kementerian Kependudukan menjadi sangat strategis karena struktur kementerian akan membuat pengambil kebijakan di bidang demografi menjadi lebih powerful dalam mengimplementasikan program-program mereka di masyarakat.Selama ini, BKKBN masih di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan.
[caption id="attachment_366497" align="aligncenter" width="490" caption="Drs.Yunus Patriawan Noya,M.Si, Deputi Advokasi Pergerakan dan Informasi BKKBN menutup acara dengan kuis mengenai alat kontrasepsi untuk pria dan usia ideal untuk menikah pertama kalinya (Dokumen Koleksi Maria Margaretha)"]
Sebagai penutup, Drs. Yunus Noya sebagai Deputi Advokasi dan Informasi BKKBN mengemukakan bahwa jika ingin berhasil di masa digital ini, maka ada tiga pihak yang harus diberdayakan dengan optimal yaitu youth (kaum muda), women (para wanita), dan netizen. Maka tepat sekali dengan adanya kerjasama antara BKKBN dan Kompasiana dalam mensosialisikan informasi terbaru sekaligus terhangat seputar demografi di Indonesia.
Sekalipun isu kependudukan memang bukan termasuk istilah yang seksi dan berada ‘di lahan yang basah’ – mengutip kisah nyata salah satu pembicara tentang rekannya yang sedih tak karuan setelah dipindahkan dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) ke Bidang Program KB – bukan berarti isu tersebut kalah pamor apalagi pentingnya dengan isu ekonomi dan politik.Bukankah data jumlah dan kondisi penduduk yang akurat dan cermat pula yang kelak bisa menghasilkan kebijakan dan program pemerintahan yang tepat serta bermanfaat untuk masyarakat?
Salam Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H