Jalan-jalan pastinya perlu perencanaan. Â Saat di jalan, apapun bisa terjadi. Â Maka itulah, pentingnya perencanaan jalan-jalan yang matang, terutama masalah keuangan. Â Pastinya plesiran jadi menyebalkan saat di jalan, seorang traveler sampai kekurangan, apalagi kehabisan uang. Â Mood pasti langsung drop, wah!
      Memang uang habis di jalan bisa diakali dengan transfer antar rekening.  Hal itu pernah saya alami saat liburan ke Tegal tahun lalu.  Saat uang tunai mulai menipis pada suatu malam, saya pun segera menuju ATM terdekat.  Sayangnya, di tempat saya berlibur itu, menemukan ATM mirip mencari jarum dalam tumpukan jerami.
      Kesulitan belum berakhir setelah menemukan ATM.  Ternyata saldo di ATM saya tidak mencukupi untuk tarik tunai.  Otomatis saya meminta tolong Ayah untuk mentransfer sejumlah dana.  Namun, karena bank kami berbeda, transfer dari Ayah baru bisa saya terima siang esok harinya.  Lumayan deg-degan juga waktu itu, fiuuh.
      Maka itulah, saya langsung tertarik untuk mengikuti KOTEKA Trip bersama Bank Danamon ke Kota Rebon, Cirebon.  Selama ini, saya sebatas melewati Cirebon, tapi belum pernah menjelajahinya.  Selain itu, tema perjalanan KOTEKA kali ini yaitu "Smart Traveler Pegang Kendali Wisata Cirebon" juga sukses membuat saya penasaran.
Rombongan berangkat dari Bentara Budaya Jakarta di Palmerah pada pukul 5.30 pagi WIB. Â Tiga jam kemudian kami sudah sampai di tujuan karena akses perjalanan yang lebih cepat melalui Tol Cipali. Â Bisa dibilang, KOTEKA Trip ke Cirebon ini adalah wisata arkeologi karena Kompasianer meliput sejumlah bukti fisik dari kebudayaan pada masa lampau, terutama di masa peninggalan arkeologi kerajaan Islam di Indonesia. Inilah liputan dari keseruan one day trip ke Cirebon, mulai dari jelajah keraton hingga gua untuk para raja bertapa. Â Selamat membaca.
      Sekilas mengenai ilmu arkeologi menurut Pak Djulianto yaitu "ilmu yang mempelajari segala hal tentang masa lampau manusia melalui benda-benda budaya yang ditinggalkannya." Kata kunci arkeologi adalah 'budaya.' Benda arkeologi secara garis besar terbagi dua yaitu peninggalan budaya berukuran besar (bangunan seperti masjid, candi, keraton, benteng, pura, dan sebagainya) dan obyek hasil budaya berukuran kecil (logam, pakaian, alat rumah tangga, dan lainnya).  Fungsi utama arkeologi yaitu untuk pelestarian.  Sedangkan fungsi penunjangnya adalah sebagai pemanfaatan, pengembangan, dan perlindungan.
Wisata arkeologi ke Cirebon ini berupa kunjungan ke artefak arkeologi di tempat terbuka karena besarnya ukuran mereka. Obyek wisata arkeologi yang pertama kali disambangi Kompasianer -- seusai sholat Zuhur di Masjid Agung Cipta Rasa Cirebon - adalah Keraton Kasultanan Kasepuhan Cirebon. Â Letak keduanya berdekatan sehingga dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama 5 menit. Â Setelah membayar tiket masuk sebesar Rp.15.000/orang, kami pun mengeksplorasi isi keraton yang telah berdiri sejak tahun 1529 M tersebut bersama seorang pemandu wisata.
      Pemberian nama bangunan di Keraton Kasepuhan pun sangat kental dengan istilah Jawa yang dipadukan dengan filosofi nilai dalam Islam.  Siti Inggil adalah lokasi untuk upacara prajurit di zaman kesultanan Cirebon dulu yang berarti "tanah yang ditinggikan" yang berisi 5 beranda terbuka. Beranda pertama bernama Malang Semirang yang berarti "tidak ada manusia yang sempurna."  Malang Semirang memiliki 6 tiang kayu penyangga yang melambangkan 6 nilai Rukun Iman dalam Islam.  Untuk menerima para patih, digunakan beranda kedua yaitu Semar Tinandu yang memiliki 2 tiang besar.  Kedua tiang besar Semar Tinandu itu bermakna sebagai 2 kalimat syahadat.