Badan dan Pikiran Sehat itu Memang Nikmat
“Men sana in corpore sano.” Di dalam tubuh yang sehat, Insya Allah terdapat jiwa yang sehat. Kesehatan badan dan pikiran mirip pertemanan yang tak terpisahkan. Saat badan sakit, konsentrasi pikiran pun sulit. Sebaliknya, saat pikiran uring-uringan tak karuan (baca : stress, galau, dan sebagainya), badan pun tak nyaman. Di dalam kedokteran, istilah sakit badan karena labilnya kondisi kejiwaan disebut dengan psikosomatis.
Wajarlah banyak yang mengatakan “kesehatan itu mahal harganya.” Biaya berobat pasti menghabiskan banyak pengeluaran. Bagi orang sakit, kesehatan tak ubahnya mahkota di atas kepala orang yang sehat. Pemakai mahkota kesehatan itu biasanya tidak menyadari ataupun mensyukuri betapa beruntungnya diri mereka sampai harus merasakan sakit dahulu.
Pola hidup sehat idealnya secara rutin dilakukan oleh setiap individu dan juga keluarga. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah memberikan pedoman “tiga prinsip gaya hidup sehat” yang bisa dicontoh oleh masyarakat: (1) teratur berolahraga fisik, (2) makan yang bergizi dan seimbang terutama buah dan sayur, dan (3) cek kesehatan berkala.
Nah, jikalau sudah berhubungan dengan makanan dan minuman kesehatan, ada satu nama zat gizi yang juga sangat identik dengan optimalnya program pencegahan (preventif) penyakit yaitu “susu”. Waktu masih SD dulu, saya ingat betul, setiap pagi, orang tua saya teratur menyediakan segelas susu saat sarapan untuk keempat buah hati mereka. Tak jarang, sekotak susu kemasan dimasukkan ke dalam tas kami sebagai bekal di sekolah, khususnya ketika kami sedang menghadapi musim ulangan di sekolah. “Supaya otak kalian lebih encer saat menjawab soal ujian,” begitu doa mereka. Syukurlah, nilai sekolah kami pun menjadi patut diapresiasi.
Tapi, namanya juga anak kecil. Ada kalanya saya dan ketiga adik bosan dengan kebiasaan meminum susu tersebut, terutama susu putih. Kadang kami (sengaja) tak menghabiskan segelas susu yang sudah disiapkan Ibu. Hebatnya, orang tua saya tak kalah cerdik menghadapi ulah nakal kami berempat itu. Ibu lalu memasukkan sisa susu itu ke dalam freezer kulkas – biasanya ditambah buah-buahan dan sirup atau coklat – sehingga saat kami kepanasan sepulang sekolah, es susu segar telah tersedia. Ah, kenangan masa kecil yang menyenangkan :)
Setelah kuliah dan kini bekerja, barulah saya semakin menyadari pentingnya meminum susu bagi kesehatan tubuh. Dulu, orang tua saya berulang kali mengingatkan keempat anak mereka setiap kali kami ogah-ogahan meminum susu dengan wejangan, “Kalau rajin minum susu setiap hari, tulang dan gigi akan tetap sehat dan kuat sampai tua.” Hal itu terbukti pada Bapak dan Ibu yang tetap prima kondisi tulang dan giginya setelah pensiun, Alhamdulillah.
Jujur, saya inginnya bisa rutin meminum segelas susu hangat seperti yang dulu Ibu buatkan setiap pagi saat saya masih di rumah. Namun, sarapan itu kini seringnya menjadi kemewahan karena keterbatasan waktu dengan tumpukan pekerjaan yang telah menunggu untuk diselesaikan. Akibatnya, badan jadi mudah lelah karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan yang keluar. Ini bukan curhat karena (sok) sibuk kok hahahaha…..