Saat masih kuliah, seorang bapak dosen bercerita bahwa istrinya menjadi part-time baby sitter ketika mendampingi beliau kuliah S3 di Amerika Serikat.Â
"Itu hal yang biasa. Ada juga lho, para dosen wanita yang suaminya menjaga anak dan mengurus rumah saat menemani istri mereka kuliah di luar negeri. Tapi, lumrah kok jadi bapak rumah tangga di sana," papar pak dosen yang humoris tersebut.
Saya ingat, kisah beliau itu direspon tawa seisi kelas. Namun, di Indonesia, apakah bapak rumah tangga juga dianggap wajar?
Â
Indonesia menempati urutan 101 dari 156 negara dan mengalami penurunan 16 peringkat dibanding tahun 2020 dalam hasil riset bertajuk "Global Gender Gap Report 2021" dari World Economic Forum (WEF). Rendahnya partisipasi dan peluang di sektor ekonomi mendorong penurunan skor dan peringkat Indonesia di tahun 2021 karena selama pandemi dan perusahaan harus merumahkan karyawan, peluang pegawai wanita untuk diberhentikan (ibu rumah tangga) jelas lebih besar daripada kemungkinan para karyawan pria menjadi bapak rumah tangga.Â
Hal ini tak terlepas dari kuatnya konsep patriarki di masyarakat Indonesia yang (masih) menganggap pria sebagai pencari nafkah utama keluarga. Padahal, secara gender, seorang suami maupun istri sama berhaknya untuk menghidupi keuangan keluarga maupun mengurus rumah tangga.Â
Lalu, apakah isu kesetaraan gender di Indonesia itu masih jauh panggang dari api? Selamat membaca pemaparan berikut ini yang semoga dapat memotivasi dan menginspirasi kita bahwa gender gap itu sudah saatnya tak lagi diwariskan antar generasi.
Apakah Gender itu Ajar atau Dasar?
Pemberian warna biru untuk bayi laki-laki dan pink untuk bayi perempuan di suatu keluarga tak  pelak mengajarkan bahwa hal sesederhana warna pun dibedakan gendernya, sedangkan warna itu sendiri konsep awalnya adalah unisex. Tapi, karena sejak lahir seseorang telah terbiasa dengan didikan di keluarga bahwa warna merah muda itu identik dengan kesan feminin, maka laki-laki lebih cenderung menjauhi warna pink.
Sementara itu, konsep pekerjaan rumah tangga yang dapat dilakukan oleh wanita dan juga pria malah kerapkali terabaikan. Lihat saja iklan di TV yang (berulangkali) menggambarkan adegan anak perempuan membantu ibunda mereka di dapur sedangkan anak laki bermain dengan sang ayah.