Kebanjiran pilihan menu berbuka (mungkin) sudah biasa. Saat Ramadan, penjual makanan dan minuman takjil berjejer sepanjang jalan ketika waktu sore telah tiba.
Aplikasi pesan-antar makanan online pun tak kalah gencar menyebar 1001 promo menjelang berbuka. Kalau tak menahan diri, pasti ingin semuanya dibeli, waduh!
Maka itulah, di Ramadan ini, saya kembali semangat mempelajari literasi digital (digital literacy)Â agar tak kewalahan dengan derasnya arus informasi. Sebagai blogger, saya seringkali kebingungan saat akan menuliskan suatu artikel blog.
Ironisnya, hal itu terjadi bukan karena saya kekurangan sumber informasi. Sebaliknya, saya malah memiliki (terlalu) banyak data dan informasi sampai harus 100% jeli saat memeriksa akurasinya sebelum dituangkan ke artikel blog.
Itu baru tentang validitas data digital. Meskipun akurat dan valid, tapi kalau berpotensi (besar) menimbulkan friksi dan kontroversi, pantaskah harus tetap ditulis ketika sudah menyangkut etika digital (digital ethics) yang wajib dijaga?
Contoh sederhananya di bulan Ramadan ini yaitu jumlah rakaat salat taraweh. Ada yang 11 rakaat dan banyak pula yang 23 rakaat.
Sebagai penulis, kita pasti sudah memiliki kecenderungan ke salah satunya. Namun, saat harus menulis tentang topik tersebut, bakal jadi runyam kan (khususnya dunia media sosial di Indonesia  dengan para warganet +62 yang super kritis itu) ketika kita meninggikan yang satu sambil merendahkan yang lain, yakin deh!
Survei literasi digital dari Kominfo yang dirilis hasilnya pada Februari 2023 lalu menunjukkan skor untuk indeks literasi digital secara nasional di Indonesia mengalami peningkatan dari 3.49 di tahun 2021 menjadi 3.54 di tahun 2022 (naik 0.05 poin). Pengukurannya meliputi 4 pilar dari literasi digital yaitu: (1) digital skills, (2) digital ethics, (3) digital safety, (4) digital culture serta dan survei dilakukan kepada sekitar 10 ribuan responden berusia 13-70 tahun dari bulan Agustus hingga September 2022.
Jujur, saya pribadi masih belum tahu banyak tentang keempat pilar literasi digital tersebut secara detil dan menyeluruh. Maka itulah, saya usahakan untuk sedikit demi sedikit belajar tentang keempatnya selama WFH saat Ramadan ini agar selepas bulan puasa nanti, minimal ada kan tuh satu dua ilmu baru yang nyantol di otak ini hehehe...
Singkatnya, untuk aspek digital skill, mayoritas orang dapat menguasainya dalam waktu (relatif). Sekarang, banyak anak usia TK dan SD awal sudah lihai mengakses gawai dan internet.