Di awal tahun 2002, hari masih gelap ketika air perlahan-lahan memasuki daerah tempat tinggal keluarga kami di Tangerang. Tak sampai 12 jam kemudian, banjir sudah memenuhi rumah kami hingga sedada orang dewasa.
Banjir besar yang terjadi 20 tahun lalu itu adalah awal mula banjir tahunan di lingkungan rumah orang tua saya dan sekitarnya. 14 tahun sebelumnya, daerah tersebut belum pernah sekalipun terkena banjir.
Meskipun begitu, kebaikan hati para warga di daerah yang tak terkena banjir tak pernah berubah sejak banjir pertama 20 tahun lalu itu hingga kini dengan menyumbang makanan tiap kali daerah kami terjadi banjir, syukur Alhamdulillah. Mengutip kalimat bijak seorang almarhum profesor senior di kampus saya dulu:
"Tak ada yang tak berubah dalam hidup ini kecuali (kepastian) adanya perubahan itu sendiri. Apapun, perubahan yang kita alami, tetaplah menjadi orang baik," pesan guru besar yang murah senyum tersebut. Â
ramah lingkungan serta turut menjaga kondisi lingkungan alam sehingga meminimalisir terjadinya bencana alam.Â
Peristiwa itulah yang mendorong saya untuk menjalani hidup
Hubungan antara mutlaknya perubahan dengan pentingnya untuk senantiasa berbuat baik memang semakin relevan dengan seringnya bencana alam karena perubahan iklim (climate change).
Perlahan tapi pasti, kini isu seputar perubahan iklim semakin akrab di telinga setiap hari dengan memanasnya suhu satu-satunya Bumi kita ini yang salah satu dampak nyatanya yaitu berulangnya bencana banjir yang terjadi di seluruh belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia.Â
Perubahan iklim ini salah satunya dipicu oleh  pembangunan fisik, terutama gedung bertingkat, sehingga hutan beton tersebut menggeser lahan hutan alami yang berfungsi menahan air saat hujan lebat.
Memang sih, pembangunan akan menggerakkan roda perekonomian untuk kesejahteraan bersama. Tapi sayangnya, dampak terparah perubahan iklim itu malah dialami oleh masyarakat kalangan bawah yang bukan tergolong pelaku utama pembangunan maupun penyebab
perubahan (kerusakan) lingkungan.
Dampak perubahan iklim memang tak (selalu) ringan, apalagi ditambah dengan adanya pandemi COVID-19 yang menyebabkan banyak adaptasi kegiatan kita sebelumnya.Â
Menurut analisis dari Federasi Palang Merah Internasional & Bulan Sabit Merah (IFRC) dan Red Cross Red Crescent Climate Centre (RCRC Climate Centre) pada akhir tahun 2021 lalu, bencana yang terkait perubahan iklim telah berdampak pada sedikitnya 139,2 juta individu dan memakan lebih dari 17,242 korban jiwa sejak awal pandemi COVID-19.
Kehadiran perubahan, baik yang menyenangkan maupun menyedihkan, pastinya membuka peluang kebaikan yang dapat dilakukan setiap orang. Contohnya, Â peran para blogger, khususnya para Kompasianer untuk terus aktif menyebarkan informasi terbaru dan terpercaya tentang perubahan iklim serta menumbuhkan kepedulian sosial terhadap lingkungan alam dengan berdonasi melalui tulisan.