Bayangkan kita sedang berbelanja di supermarket, tujuan kita untuk membeli buah dan sayur.
Kemudian, pandangan kita lalu tertuju pada sejumlah pisang. Ada pisang yang kulitnya mulus mengkilap dan tanpa noda setitik pun. Tapi, ada pula pisang yang sudah memiliki titik-titik hitam di kulitnya. Kira-kira pisang mana yang dipilih?
Jika kita memilih pisang berkulit kinclong tanpa noda, kita tidak sendirian.Â
Bahan pangan berpenampilan buruk atau tak menarik (the ugly food) memang sering dianaktirikan banyak orang.
Padahal, rasa mereka saat masih segar maupun setelah diolah itu tetap enak, lho. Saya bisa yakin saat menyatakan hal ini setelah memiliki hobi makan buah jeruk.
Jeruk saya konsumsi (hampir) setiap pagi dan sore. Ternyata mereka sama manis dan segarnya meskipun ada yang kulit jeruknya masih licin maupun sudah kisut.
Tapi memang masih (banyak) orang yang terpaku dengan standar penampilan pangan (food cosmetic standard). Hal ini dijumpai pada industri pangan dan katering yang mewajibkan sejumlah kriteria tampilan fisik pangan, terutama buah dan sayur.
Akibatnya, kasus food waste (sampah makanan dari pangan yang telah diolah) maupun food loss (kehilangan pangan yang masih utuh dari petani atau belum diolah) terus terjadi sehari-hari.Â
Sedihnya lagi, selama ini kita telah menganggap wajar kedua hal tersebut.
Di lain sisi, tak sedikit makanan dan minuman yang tampilannya mewah namun karena rasanya kurang lezat, ujung-ujungnya tetap dibuang.Â
Jadinya nelangsa deh tiap kali melihat tumpukan sampah makanan karena para tamu yang tak menghabiskan isi piringnya saat resepsi pernikahan.