Sejak menjadi blogger, saya semakin menyadari tentang berharganya ide kreatif. Contohnya, topik artikel blog di antara blogger bisa sama seperti halnya ketika menulis Topik Pilihan dari Kompasiana.
Namun, setiap blogger pasti memiliki sudut pandang yang berbeda saat menulis artikelnya masing-masing. Isi artikel pun tambah lebih beragam ketika blogger menuliskan berdasarkan pengalaman pribadi (baca: curcol alias curhat colongan) hehehe...
Sudut pandang berbeda itulah yang tidak serta-merta muncul di benak kita. Tak heran, komentar seperti ini sering muncul saat kita membaca tulisan yang (luar biasa) unik dari para pemenang lomba blog: "Wah, hebat ya dia sampai bisa kepikiran ke situ!"
Saya pun sempat membayangkan, seandainya ada pohon ide, pasti banyak peminatnya. Bahkan bisa jadi, pohon ide lebih laris daripada pohon uang karena ide bisa mencetak uang, namun belum tentu sebaliknya, ya kan?
Wajarlah ketika banyak tulisan tentang tips dan trik dalam memperoleh ide (segar) yang kreatif lantas dibaca banyak orang. Di era menjamurnya ekonomi kreatif seperti saat ini, ide adalah bahan baku utama yang dicari.
Setelah rutin menulis blog sejak tahun 2014 lalu, saya mulai dapat membaca pola agar lampu ide di kepala tetap menyala.Â
Tidur yang cukup, makan yang seimbang, serta rajin olahraga adalah 3 (tiga) hal yang harus dijaga.
Eh, ternyata ketiga kegiatan utama di atas untuk membangkitkan ide itu tetap perlu lingkungan pendukung lho. Saya rasakan, kalau hanya di rumah, ide segar kurang bisa bertambah.
Tapi, itu bukan berarti saya harus bepergian jauh.Â
Berdiri di teras rumah sambil melihat tanaman sudah cukup memicu ide kreatif.
Di luar rumah, ide menarik dan unik pun semakin mengalir seusai saya mendatangi ketiga lokasi ini. Biayanya pun murah-meriah sehingga saya bisa sering ke sana karena ramah di dompet hehehe...
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Saya bersyukur karena berdomisili di Bogor yang memiliki Kebun Raya. Di akhir pekan, setidaknya sebulan sekali saya berjalan santai di Kebun Raya Bogor (KRB) ketika car free day.
Rimbunnya pohon dan sejuknya udara membuat badan maupun pikiran lebih tenang. Saya memilih datang saat KRB masih sepi sehingga sehingga lebih jelas mendengar kicau suara burung.
Memang KRB bukan 100% berbentuk hutan untuk terapi 'shinrin-yoku' dari Jepang yang populer itu. Terapi ini dikenal juga sebagai 'mandi hutan (forest bathing)' yaitu menghabiskan waktu dengan berjalan tenang di antara pepohonan di dalam hutan.
Namun, saya tetap merasakan manfaat utama dari terapi ini berupa pikiran yang tenang dan tubuh yang bugar. Kalau sudah begini, aliran ide segar pun muncul tanpa terduga, mantap!
Waktu yang optimal untuk terapi mandi hutan ini yaitu 120-240 menit (2-4 jam). Air putih dalan botol minum (tumbler) juga rutin saya bawa selama di sana agar tak sampai kehausan yang berujung pada kepala pusing.
Selain KRB, sejumlah taman kota dan taman kampus di Bogor juga jadi tempat saya untuk memancing ide kreatif. Saat duduk di bangku taman, ada saja ide-ide baru yang tiba-tiba melintas.
Masjid (Tempat Ibadah)
Saat sedang suntuk, entah kenapa saat memasuki masjid, beban pikiran jadi lebih plong. Hawa adem di dalam masjid, sekalipun tanpa AC, bisa membuat kita lebih rileks saat di dalamnya.
Apa itulah faktor yang menyebabkan seseorang mudah mengantuk di masjid? Saya sampai pernah mendengar gurauan kalau mengalami susah tidur, coba saja (ter)tidur di masjid hehehe...
Seorang senior di tempat kerja terdahulu yang beragama Katolik juga pernah bertutur bahwa dirinya mengidap insomnia (penyakit sulit tidur). Namun, ketika mengikuti Misa setiap hari Minggu, mbak tersebut pasti selalu (tak sengaja) tertidur di tengah ceramah sang pastor.
"Eh, tapi banyak ide bisnis saya yang lahir sepulang dari gereja lho!" ungkap ibu tiga anak itu. Tambahnya lagi, "Kok bisa ya, Nis? Apa mungkin karena banyak orang yang berdoa di tempat ibadah jadi hati kita ikut tenang pula?"
Menurut Islam, masjid dan juga musala memang dinaungi sejumlah malaikat. Para malaikat itulah yang mencatat doa para penghuni masjid, termasuk doa para pengunjung masjid yang meminta agar dilancarkan idenya.
Maka itulah, saya sempatkan bisa sekali sepekan ke masjid untuk mengikuti kajian. Ilmu Islam meningkat, ide baru pun didapat.
Toko Buku
Bagi saya, membaca di toko buku itu lebih memicu inspirasi daripada di perpustakaan. Bisa jadi  itu karena kita (relatif) bisa lebih santai di toko buku yang tidak mewajibkan kita harus duduk tenang layaknya di perpustakaan.
Kumpulan buku di toko buku juga umumnya lebih kekinian. Berulangkali saya mendapati informasi baru yang mencerahkan saat nongkrong di toko buku.
Frekuensi kunjungan saya ke toko buku itu bisa 1-2x per bulan. Rutenya mulai dari membaca buku fiksi (terutama kisah detektif) lalu ke buku non-fiksi (khususnya biografi dan resep masakan).
Setelah itu, barulah saya membaca buku yang topiknya berkaitan dengan artikel blog maupun tulisan (ilmiah) lainnya. Sebelum keluar dari toko buku, buku-buku agama Islam saya sempatkan baca terlebih dahulu.
Jujur saja, selain ide baru muncul, membaca di toko buku juga mendukung saya untuk mengidentifikasi penulis yang kualitas tulisannya oke, standar saja, maupun yang (asal) dicetak demi selera pasar pembaca saat ini. Wajar saja saat buku terlaris (best-seller) tak selalu bertema imiah yang berat dan malah seringkali yang isi bukunya 'receh.' Â
Meskipun begitu, tetap ada ilmu plus ide yang bisa didapat setelah membaca buku seringan apapun temanya. Saya pernah mendapat ide untuk artikel lomba blog dari buku berisi karikatur tentang galaunya hidup para ABG (Anak Baru Gede) di negara Barat.
Sebuah kreasi memang bisa terjadi dari kombinasi rapi antara inspirasi, motivasi dan usaha diri, serta bantuan Ilahi.Â
Semakin sering kita berkreasi, contohnya rajin menulis artikel bagi para blogger, maka barisan inspirasi pun akan lebih mudah menghampiri daripada ketika kita hanya berdiam diri. Salam produktif selalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H