Ramadan belum lengkap rasanya jika tak mendengar senandung dari Ebiet G. Ade. Penyanyi senior ini dikenal dengan suaranya yang sebening embun.
Barisan lirik lagu-lagu Ebiet memang selalu sederhana. Namun, kesederhanaannya itulah yang membuat pendengarnya tersentil secara halus.
Lagu Ebiet yang menjadi favorit saya tiap kali Ramadan yaitu "Untuk Kita Renungkan."Â Liriknya bercerita kurang lebih tentang bencana alam yang waktu itu sedang melanda Indonesia.
Lirik tersebut semakin relevan dengan Ramadan kedua di saat pandemi ini. Artikel ini juga ditulis bertepatan dengan Hari Bumi (Earth Day) yang diperingati setiap tanggal 22 April.
Ada tiga kesimpulan yang bisa kita dapatkan tentang Ramadan setelah merenungi lirik lagu sepanjang masa milik Ebiet tersebut. Inilah ketiganya yang semoga bisa menjadi hikmah dan teladan dalam hidup kita.
Ramadan menyuburkan kejujuran
"Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih
Suci lahir dan di dalam batin
Tengoklah ke dalam sebelum bicara
Singkirkan debu yang masih melekat
Ho ho singkirkan debu yang masih melekat..."
Lirik awal dari lagu 'Untuk Kita Renungkan' itu sesuai dengan inti ibadah puasa (shaum). Siapa yang bisa memastikan kita sama sekali tak berbuka hingga adzan Maghrib selain diri kita dan Allah swt?
Ibadah lainnya dalam Islam bisa dilihat oleh orang lain. Contohnya keempat ibadah sesuai 5 Rukun Islam yaitu mengucap 2 kalimat syahadat, sholat, berzakat, dan berhaji ke Mekkah serta Madinah.
Ramadan ini pun penting bagi kita untuk jujur mengakui peran kita dalam kerusakan lingkungan yang salah satu dampaknya adalah pandemi. Pastinya kita tak ingin pandemi masih terus terjadi di Ramadan tahun depan.
Namun, sudahkah perkataan dan tindakan kita seiring sejalan dalam meraih kebaikan? Sebagai manusia yang dikaruniai hati nurani, tak seharusnya ego pribadi kita yang menjadi panglima.