Tak terasa, hampir 6 bulan mayoritas masyarakat Indonesia bekerja dan belajar dari rumah karena Coronavirus melanda. Work from home/WFH memang (relatif) menghemat ongkos transportasi. Tapi, di lain sisi, batas antara waktu kerja dan keluarga jadi samar sejak adanya WFH.
Saat sibuk bekerja, kita cenderung lupa makan besar, terutama sarapan. Namun, lain ceritanya untuk makanan selingan alias cemilan. Untuk mengganjal perut, tak sedikit orang memilih untuk ngemil saat bekerja. Wajar saja saat toples makanan ringan sering muncul di meja kerja.
Nah, jenis cemilan apa sih yang lezat, sehat, dan pastinya hemat? Kalau gorengan melulu, wah bisa batuk. Idealnya, cemilan itu berupa buah segar. Selain buah, mungkin tidak ya ngemil yang renyah seperti kue dan roti? Tambah lebih maknyuus saat keduanya baru keluar dari oven.
Konsep cemilan "freshly baked" atau dipanggang sesuai pesanan inilah yang melatarbelakangi UMKM "Temen Ngemil by mamita." Ita Rospita Darwis, S.Sos selaku pendiri Temen Ngemil menuturkan tentang lika-liku usaha kue kering dan roti miliknya selama ini. Selamat membaca.
Berawal dari ide sarapan praktis yang mengenyangkan
Mama Sita (42), begitu dirinya biasa dipanggil, merasakan repotnya menyiapkan sarapan. Ibu dari seorang remaja putri bernama Laksita ini setiap pagi harus menyiapkan sarapan sebelum dirinya bekerja. Sibuk mengurus keluarga, Mama Sita sering hanya sempat meminum kopi di pagi hari.
Sebaga pecinta kopi, dirinya biasa menyantap roti saat sarapan. Tapi, kalau sebatas roti tawar panggang dengan selai, lama-lama bosan juga. Mama Sita pun tersadar, kenapa tidak memanggang adonan roti manis yang praktis (quick bread) sekaligus mengenyangkan seperti muffin?
Siapa sangka, bermula dari pesanan muffin yang memuaskan lidah, selanjutnya ada pelanggan yang memesan brownies dan kue kering. Bahan kue dan roti yang non-curah membuat kualitasnya terjaga. Mama Sita tak ingin pembeli kue dan rotinya kecewa dengan hasil kreasinya.Â
Lalu, berapa harganya? Mahal tidak ya karena bermutu prima? Tenang, pengalaman Mama Sita berbisnis kue telah dimulainya semasa kuliah di Antropologi FISIP-UNPAD Bandung di tahun 1997. Sebagai mahasiswa perantau yang sempat terhantam krisis moneter global tahun 1997/1998, dirinya acapkali menitipkan kuenya buatannya di kantin kampus untuk menambah uang saku kuliah.