"Hilal telah tampak. Bapak dan Ibu, jadi besok kita sudah Lebaran," begitu pengumuman dari masjid di samping rumah Mbah Jum. "Alhamdhulillah," ucap wanita sepuh itu. Dirinya bergegas ke dapur dan mulai menyalakan kompor.
Setiap malam takbiran, Mbah Jum pasti memasak menu Lebaran. Opor ayam, sambal goreng, dan rendang rutin dimasaknya. Ketupat dan lontong pun sudah matang dari sore hari tadi karena memasaknya perlu waktu lama.
Malam ini, Mbah Jum kembali meracik bumbu-bumbu untuk masakan Lebaran. Semua bahan dan bumbu sudah disiapkannya dari tadi siang. Saat sudah ada pengumuman bahwa hilal telah tampak, barulah dirinya mulai memasak.
Mbah Jum hanya tinggal seorang diri di rumah itu. Sang suami sudah meninggal lebih dari 10 tahun lalu. Kelima anak dan menantunya tinggal di luar kota semua.
Biasanya anak, menantu, dan cucunya sudah berkumpul di rumahnya tiga hari sebelum Lebaran. Tahun ini, Coronavirus membuat mereka berlima tak mudik. Namun, Mbah Jum tetap memasak menu Lebaran seperti biasa.
Pelan tapi pasti, Mbah Jum memasak sambal goreng. Untuk campurannya, selain hati ayam, sambal goreng itu juga dicampur telur puyuh. Sambil menunggu sambal goreng matang, Mbah Jum mulai mengolah rendang.
Usia Mbah Jum sudah 70 tahun. Tapi, dirinya masih sanggup memasak sendiri masakan Lebaran itu. Dirinya pernah memesan ke orang lain, tapi rasanya tak sesedap masakannya.
Ketika sambal goreng hampir matang, pintu rumah Mbah Jum diketuk. "Ya, tunggu sebentar," ujarnya setengah berteriak. Dirinya segera mematikan kompor dan bergegas membuka pintu.
Ternyata cucu tetangganya datang sambil membawa kue-kue kering Lebaran. "Sudah  dibayar lunas ya kuenya," kata Mbah Jum sambil menerima kue sebanyak 10 stoples itu. "Ya, Mbah," jawab sang pengantar kue.
Gadis remaja itu membantu Mbah Jum meletakkan stoples kue di meja ruang tamu. "Mbah, malam ini sendirian di rumah?" tanyanya penasaran. "Betul. Anak cucu Mbah ndak ada yang mudik."