Aktor utama "Surya the School Gangs" menampilkan kemampuan pencak silatnya. The next Iko Uwais? :D (Dokpri)
Banyak jalan menuju Roma. Begitu pula dengan bentuk cinta kepada bangsa dan negara. Salah satunya dengan menunjukkan rasa nasionalisme melalui sinema. Film memang bukan sekedar rangkaian gambar bergerak untuk disaksikan. Film sejatinya adalah media bercerita (storytelling) yang memiliki pengaruh luar biasa kepada penontonnya.
Saya sempat menjadi generasi akhir penonton film wajib “G30/S-PKI” setiap tanggal 30 September di masa Orde Baru berkuasa. Tema film yang bagus karena mengusung nasionalisme malah membuat saya merinding ketakutan, khususnya adegan saat para jenderal yang menjadi pahlawan revolusi ditangkap dan dibawa ke Lubang Buaya oleh PKI.
Akibatnya, saya lebih memilih untuk menonton film bertema ringan seperti kartun, drama romantis, dan komedi. Film bertema berat seperti sejarah, perang, horror, aksi laga, dan sebagainya sebisa mungkin saya hindari. Maklum, pikiran saya saat masih kecil tentang fungsi film itu ya sebatas untuk hiburan, terutama saat akhir pekan dan liburan hehehehehe….
Barulah setelah kuliah, saya memiliki sudut pandang lain tentang film. Mata kuliah “Apresiasi Film” yang saya ambil di semester 2 sukses menarik minat saya akan film. Tim dosen menyajikan beragam film unik dan menarik bagi mahasiswanya, mulai dari sinema lokal hingga global. Saya pun menjadi tahu saat itu, film ternyata berakar dari bentuk teater di masa lalu.
Teater pula yang konsisten menampilkan kritik sosial terhadap jalannya pemerintahan di suatu negara. Tema cerita film dan teater juga mencerminkan kondisi masyarakat dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Contohnya film-film di India yang kerap menampilkan tokoh polisi jahat seperti realitanya di sana. Lalu trend film komedi yang sempat merajai sinema Indonesia pada tahun 80-an yaitu Trio DKI (Dono, Kasino, & Indro). Sekalipun kisahnya lucu, Trio DKI senantiasa menyisipkan kritik sosial secara halus terhadap pemerintahan Orde Baru yang memang anti dikritik terang-terangan.
Saya pun langsung mendaftarkan diri untuk dapat menghadiri malam pemutaran dan penganugerahan piala Festival Film Pendek Indonesia (FFPI) 2015 dari KompasTV. FFPI ini sudah berlangsung untuk kedua kalinya sejak tahun 2014. Acara yang berlangsung di Galeri Indonesia Kaya, West Mall, Grand Indonesia Jakarta tersebut berlangsung pada Jum’at, 22 Januari 2016 dari jam 4 sore hingga 7 malam. Dipandu oleh pembawa acara (MC), Mbak Dita, acara dimulai pada pukul 16.30 WIB.
Tema FPPI 2015 kali ini adalah “Indonesiaku, Kebanggaanku”. Pastinya banyak hal di Indonesia yang dapat menjadi sumber inspirasi agar setiap warga negara Indonesia selalu bangga menjadi orang Indonesia. Dibagi ke dalam dua kategori, film produksi umum/mahasiswa dan pelajar, saya bersyukur karena dapat menyaksikan langsung FFPI 2015 dari KompasTV. Apalagi karena saya mendapati bahwa ide kreatif dan rasa nasionalisme para generasi muda para finalis FFPI 2015 dapat berpadu harmonis dalam media cerita berupa film. Inilah uraian singkat cerita film dari kesepuluh finalis FPPI 2015.