[caption id="attachment_397382" align="aligncenter" width="316" caption="Hubungan erat antara waktu, uang, dan kualitas (Gambar: www.imgkid.com)"][/caption]
Time is money.Bahkan waktu sejatinya lebih berharga dibandingkan uang.Jika kehilangan uang, orang masih bisa mencarinya kembali.Jika waktu yang hilang, lalu bagaimana cara mengembalikannya?
Sayangnya, banyak orang yang lebih panik waktu uangnya hilang daripada jika waktunya terbuang.Buktinya bisa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.Datang terlambat sudah menjadi kebiasaan.Mulai dari anak sekolah hingga orang dewasa yang sudah bekerja. Seolah-olah kehilangan waktu semenit dua menit bukan masalah besar.Pikir mereka, toh waktu ini, bukan uang yang hilang.
Tapi, berbeda nyata jika yang terlambat datang itu berwujud gaji atau bonus THR.Bisa habis-habisan dikritik dan juga dikecam para bos dan manajer oleh staf dan anak buahnya.Padahal, kalau dipikir-pikir, terutama bagi yang suka telat ke kantor, gaji atau bonus telat itu anggap saja imbalan yang sepadan untuk kebiasaan ngaret mereka.
Rekan mengajar saya di kampus, seorang pria setengah baya dari Australia, pernah mengeluhkan tentang kebiasaan buruk orang Indonesia tentang waktu.“Jam karet itu ciri khas masyarakat Indonesia,” keluhnya.Dia sendiri memberi contoh yang ideal tentang menghargai waktu.Jika memberi kuliah jam 7 pagi, setengah jam sebelumnya dia sudah di ruang dosen.Lalu, 10 menit sebelum kuliah dimulai, dia sudah berada di ruang kelas.
Setelah sering mengobrol dengannya, ternyata opa-opa bule dari Benua Kangguru itu dulunya adalah seorang konsultan keuangan.Setelah pensiun, dia memilih untuk mengajar bahasa Inggris.Dia tidak khawatir lagi tentang kondisi keuangannya di masa tua karena ujarnya, “Sejak muda dulu, saya rutin menabung dan disiplin berinvestasi tepat waktu.Sekarang setelah tua, saya tinggal memetik hasilnya.”Ooh, itu rahasianya!
Saya kemudian memperhatikan para rekan dan juga teman-teman yang menghargai waktu versus yang hobi terlambat.Hasilnya, orang-orang yang menghargai waktu itu mempunyai lebih banyak kesibukan yang produktif dan berujung pada penghasilan yang terus bertambah.Hebatnya lagi, mereka tetap bisa hidup seimbang dan bahagia serta menikmati hidup meskipun memiliki kesibukan yang menumpuk.
Sementara itu, orang yang senang mengulur waktu, tidak seproduktif rekan-rekannya yang on time.Tak heran, mereka jadi sering berkeluh-kesah tentang kondisi keuangannya yang kembang-kempis.Padahal, kalau mereka mau mengevaluasi diri sendiri: “Atasan mana yang mau merekrut staf yang tidak menghargai waktu?”
Satu waktu saya pernah mencuri dengar percakapan dua orang ibu di Commuter Line dari Bogor menuju Jakarta.Mereka sama-sama telat berangkat kerja rupanya.Sekalipun percakapan mereka bernada santai, mereka tetap menyesalkan keterlambatan mereka pagi itu.Ternyata kantor mereka memberlakukan peraturan potong gaji bagi pegawai yang datang kerja terlambat.Hitungan sanksinya dimulai dari kelipatan 5 menit keterlambatan.Jadi, jika telat 5 menit maka gaji dipotong Rp. 5.000,-, telat 10 menit gaji dipotong Rp. 10.000,-, dan seterusnya.
Wah, perusahaan itu ternyata telah menerapkan teori ekonomi yang berkaitan erat dengan perilaku dan pengambilan keputusan yaitu Loss aversion.Teori yang dipelopori oleh Amos Tversky dan Daniel Kahneman itu mendapati bahwa orang lebih cenderung untuk menghindari kehilangan dibandingkan dengan peluang mendapatkan sesuatu. Oleh karena itu, sistem denda dan penalti biasanya jauh lebih efektif daripada sistem reward.
Tempat saya mengajar kini memang tidak (belum?) memberlakukan denda bagi para staf dosen dan pegawai yang terlambat.Beberapa hari lalu, seorang pegawai administrasi keuangan di kampus bercerita tentang seorang dosen yang harus membayar sangat mahal ojek ke kampus karena dia sudah telat.Parahnya lagi, dia lupa membawa dompet karena bangun kesiangan.Akibatnya, insentif hasil memeriksa ujian mahasiswa yang diterima pagi itu setengah nominalnya langsung melayang untuk membayar ojek!Kalau sudah begitu, memang jauh lebih baik dengan selalu menghargai waktu.Waktu tak sia-sia terbuang, uang pun akan terus datang dan berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H