Saat itu, para murid memiliki istilahnya sendiri, yang disebut cantrik, djedjangan, dan putut. Dari berbagai macam istilah tersebut, terdapat kemungkinan bahwa pada masa itu telah ada pengajaran rendah, menengah, dan tinggi. Murid atau cantrik dibagi atas empat tingkat atau catur asrama, yaitu brahmacari, grhastha, wanaprastha, dan bhiksuka. Brahmacari ada di tahap menuntut ilmu. Mereka tinggal bersama dengan brahmana untuk bertapa dan mempelajari berbagai ilmu. Dasar-dasar ilmu pendidikan yang dipakai adalah agama Budha dan Hindu.
Pelajaran-pelajaran yang diberikan Brahmana (dalam Rifai, 2020: 22) diantaranya adalah:
- Â Agama Budha atau Brahma;Â
-  Kepustakaan (Literatur) Mahabharata dan Ramayana;
- Filsafat dan kesusilaan (etika);
- Kesenian, seni bangunan, seni lukis, dan seni pahat;
- Ketuhanan (religi), seperti yang terbentang dalam Bhagavad Gita;Â
- Kenegaraan, seperti yang terbentang dalam Hasta Brata;Â
- Ilmu bangunan (bouw kunde);Â
- Ilmu pasti dan Ilmu alam
 Dalam Pararaton disebutkan bahwa materi yang diajarkan antara lain pelajaran tentang huruf, sengkalan (angka tahun dengan lambangnya), nama bulan, tahun Saka, dan hari. Di dalam kitab Jawa Kuno, dijumpai ajaran-ajaran tentang kebenaran, tingkah laku, filsafat dan memahami kesusastraan. Adapun pelajaran nyanyian atau tembang yang terdapat dalam kitab Wertasancaya. Disamping terdapat ajaran agama Budha Mahayana, kitab Sanghyang Kamahayanikan juga berisi tuntutan bersemedi. Berbagi pendidikan kejuruan dan keterampilan diselenggarakan secara turun temurun melalui jalur kastanya masing-masing (Depdikbud, 1965: 61-63).
 Misalnya, bagi kasta Brahmana meliputi tata cara upacara keagamaan dan sastra, sedangkan kasta Ksatria, pengetahuannya meliputi ilmu perang, seni bela diri dan sastra. Keterangan dari kitab Pararaton, pendidikan keterampilan juga meliputi pengetahuan tentang pembuatan alat dan barang dari logam yang diajarkan oleh seorang Mpu.
Keterangan naskah Wraspatitattwa mengatakan bahwa agama itu adalah sebutan pengetahuan yang diberikan oleh seorang guru. Pengetahuan yang diperoleh dari orang biasa bersifat insidentil atau hanya memberikan teladan sesaat saja. Naskah Wraspatitattwa juga menerangkan evaluasi pengajaran dilakukan dengan cara tanya jawab langsung antara guru dan siswa. Dilakukan secara individual maupun antara sekelompok siswa dengan gurunya. Karena pendidikan yang berlaku tidak bersifat formal, sehingga sangat dimungkinkan untuk para murid mencari guru lain guna memperdalam pengetahuannya,
Pendidikan yang diajarkan di pecantrikan/padepokan ini diarahkan pada kesempurnaan pribadi dalam hal agama, kekebalan dan kekuatan fisik, dan keterampilan memainkan senjata tajam dan menunggang kuda. Sedangkan bagi kasta bawah cenderung belum menerima pendidikan ini (Rifa'i, 2020:28).
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H