Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan (Sumber: Website OJK)
Sebagian besar dari kita pada umumnya pernah bersentuhan dengan lembaga keuangan bank maupun non bank. Dunia keuangan mengenal sebutan microfinance, yang merupakan akses bagi orang miskin untuk berinteraksi dengan lembaga keuangan. Mengapa diperlukan institusi keuangan tersendiri bagi orang miskin? Acapkali orang miskin sering diasosiasikan dengan tidak mampu untuk membayar utang.
 Bicara tentang aplikasi pengajuan pembiayaan hal pertama yang akan diminta bank adalah kolateral. Pada umumnya orang miskin tidak memiliki kolateral. Jika tidak memiliki uang kas maka hal selanjutnya yang akan dipertimbangkan adalah jumlah kas yang dimilki, setelah itu reputasi dalam menyelesaikan kredit yang pernah diajukan. Hal terakhir adalah penilaian terhadap karakter. Hal ini tentu saja bersifat subjektif. Jika sebelumnya orang miskin tidak pernah berinteraksi dengan bankir maka mengacu pada poin -- poin yang telah disebutkan bisa dipastika orang miskin terisolasi dari fasilitas -- fasilitas keuangan.
Profesor Muhammad Yunus, seorang profesor Ekonomi di Bangladesh  suatu hari berpapasan dengan seorang pengemis wanita. Hampir saja ia mengabaikan wanita tersebut, namun ia memutuskan untuk bertanya pada wanita tersebut,"apa yang akan dilakukannya dengan uang tersebut?" Wanita tersebut menjawab ia akan membuka bisnis kecil dengan menjual ayam." Ia memberikan uang tersebut dan beberapa minggu kemudian wanita tersebut datang menyerahkan sekeranjang telur dan melunasi utangnya.
Terinspirasi dari hal tersebut Yunus mendirikan Grameen Bank. Orang miskin bisa saja tidak memenuhi syarat -- syarat yang cukup untuk mengajukan pembiayaan di Bank, namun bukan berarti orang miskin tidak mau membayar utang mereka jika diberi kesempatan. Terobosan Yunus kemudian diadopsi oleh beberapa lembaga keuangan lainnya, dan  kini hampir seluruh bank komersil memiliki divisi yang fokus terhadap pembiayaan mikro.
Namun demikian pada praktiknya institusi keuangan mikropun belum mampu untuk menyentuh hingga ke daerah -- daerah terpencil. BI sendiri telah menargetkan inklusi keuangan tahun 2017 mencapai 75%. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun telah memperkenalkan "OJK Proksi" -- Pusat Pengembangan Keuangan Mikro dan Inklusi dengan tujuan pengentasan kemiskinan. Programnya adalah dengan melakukan pemberdayaan masyarakat dan peningkatan literasi bagi masyarakat yang belum memiliki akses terhadap industry keuangan.
Saat ini sektor UMKM menyerap 97% tenanga kerja dan menyumpang 60% persen Produk Domestik Bruto. Namun sayang sekali, perbankan nasional lebih cenderung memperkecil bagian kredit untuk usaha mikro, kecil dan menengah. Sementara itu usaha korporat dan perusahaan -- perusahaan besar semakin banyak mendapatkan porsi kredit yang tercermin dari komposisi penyaluran kredit perbankan.
Sudah saatnya pemerintah mendukung elemen -- elemen masyarakat yang ingin bermitra dengan pemerintah untuk turut serta memberdayakan UMKM dan memperbanyak lagi edukasi -- edukasi terkait literasi keuangan agar masyarakat miskin terutama pelaku usaha mikro mampu mandiri di tengah -- tengah gempuran pasar bebas.
Dimuat di Harian Orbit, Kamis 05 Oktober 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H