Hasil asesmen International Monetary Fund (IMF) menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mencapai 5% pada tahun 2016. Pertumbuhan ini merupakan pertumbuhan tertinggi di antara pasar -- pasar Negara berkembang. Namun demikian, pertumbuhan tersebut hingga saat ini ditunjang oleh jumlah konsumsi masyarakat dan tingkat investasi baik Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) masih menjadi roda utama penggerak laju pertumbuhan ekonomi. [Kopdar Saudagar Nusantara]
Sektor konsumsi rumah tangga yang relatif tinggi sangat membantu untuk memperlambat dampak melemahnya ekonomi  global, tetapi Negara tidak dapat mengandalkan kedua sektor ini dalam jangka panjang. Terobosan -- terobosan dalam bidang perekonomian, idealnya harus dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data BPS 99,9% unit usaha yang beroperasi di Indonesia merupakan unit usaha berjenis UMKM. Potensi ini terbilang sangat besar dan jika dikelola dengan baik maka akan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian Indonesia.
Namun angka yang sedemikian besar tidak menjamin kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian. Hingga saat ini sektor UMKM hanya mampu berkontribusi terhadap PDB sebesar 61%. Sebagian besar pengusaha, khususnya yang bergerak di sektor usaha mikro masih berada di bawah garis kemiskinan. Mereka hanya mampu menjalankan usaha untuk sekedar bertahan hidup. Pada sisi lain, pasca krisis 1997 -- 1998 sektor UMKM telah terbukti mampu berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Hal ini berdampak pada ketahanan Indonesia yang mampu berdiri ketika secara global dunia mengalami arus perlambatan ekonomi.
Mengutip data Kementerian Koperasi dan UKM, saat ini jumlah UMKM di Indonesia mencapai sekitar 57 juta unit usaha. Ini adalah jumlah yang terdata oleh pemerintah, jumlahnya bisa jadi lebih banyak dengan data yang tersebar dan belum terintegrasi. UMKM Indonesia saat ini hanya memiliki akses terhadap rantai pasok produksi global sebesar 0,8%. Banyak pelaku UMKM yang masuk ke sektor tersebut tanpa rencana karena tidak diserap sektor formal, sehingga peran pemerintah dalam perkembangan UMKM mutlak diperlukan. Sektor ini adalah sektor yang akan tetap menjanjikan selama populasi masih terus tumbuh.
UMKM secara umum memiliki kelemahan terhadap akses pembiayaan dan teknologi. Hal ini menyebabkan ketimpangan yang sangat besar antara bisnis kecil dan bisnis besar. Saat ini bisnis besar jumlahnya hanya 0,7 persen dari usaha yang ada di Indonesia, namun memiliki nilai tambah sebesar 89 persen, sedangkan bisnis kecil yang jumlahnya mencapai 99% nilai tambahnya hanya lima persen. Sehingga sulit bagi UMKM untuk menguasai pasar yang disebabkan oleh kesulitan akses tersebut.
Menteri Keuangan Kanada berencana untuk menutup celah pajak bagi bisnis kecil yang memiliki performa baik. Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani  berencana menerapkan pajak UMKM sebesar 1% yang isunya akan diturunkan menjadi 0,25%. Hal tersebut merupakan sebuah langkah awal yang baik, kedepannya sebaiknya pemerintah segera meningkatkan kualitas kebijakan yang mendukung terciptanya suasana yang kondusif  bagi UMKM agar dapat tumbuh stabil.
Dimuat di Harian Orbit, Senin 11 September 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H