Peradaban dalam bahasa Arab disebut dengan hadharah yang berasal dari kata hadar yang merunjuk kepada desa atau kota (Muslih, Peradaban Islam, 2020, hal. 4). Menurut Sayyid Qutb bahwa peradaban adalah ragam persepsi atau konsep, pemahaman, teori, dan nilai kebaikan untuk menuntun manusia (Qutb, 1989, hal. 56). Sedangkan Alexis Carrel berpendapat bahwa peradaban merupakan sebuah proses, "sebuah proses pencarian atau pembahasan tentang akal dan ruh (spiritual), ilmu-ilmu yang dipergunakan untuk mencapai kebahagiaan manusia, baik secara jiwa maupun akhlak manusia" (Carrel, 2003, hal. 57). Tidak jauh dari pendapat Alexis, Dr. Raghib al-Sirjani berpendapat bahwa peradaban adalah hasil dari proses membangun hubungan seimbang antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam sekitarnya (Muslih, Peradaban Islam, 2020, hal. 6). Dengan demikian dapat dipahami bahwa peradaban adalah produk kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan, yakni aspek spiritual, keilmuan, dan teknologi yang masih terus berlanjut dari satu generasi ke generasi setelahnya.
Â
Islam sebagai rahmatan lil 'alamin bukan hanya merupakan sebuah agama namun juga peradaban. Peradaban Islam yang dahulu pernah mencapai pada masa kejayaannya tidak pernah lepas dari kekuatan spiritual umatnya dan peran perempuan di dalamnya.
Â
Perempuan dengan segala dinamika kehidupannya selalu menjadi hal yang menarik untuk diperbincangkan. Perempuan merupakan makhuk ciptaan Allah swt yang diciptakan dengan sifatnya yang penyayang dan lemah lembut. Namun, sifat kasih sayang dan lemah lembut ini bukan berarti menjadikan perempuan lemah dan tidak mampu dalam melakukan berbagai hal, melainkan sifat tersebut adalah kekuatan perempuan.
Â
Dalam tatanan kehidupan sosial, perempuan memiliki tiga peran utama yang dimulai dari masa kelahirannya, yakni perempuan sebagai anak, perempuan sebagai istri, dan perempuan sebagai ibu. Perempuan sebagai anak merupakan sumber dan invertasi kebahagiaan bagi kedua orang tuanya, baik di dunia maupun di akhirat. Perempuan sebagai istri merupakan pendamping, pembantu, penyokong, dan pendorong suaminya dalam menghadapi lika-liku kehidupan. Dan perempuan sebagai ibu merupakan pendidik pertama atau al-madrasah al-ula bagi anak-anaknya. Ibu adalah penentu arah kehidupan anak, yakni akan dibentuk seperti apa anaknya tergantung pada ibunya. Apakah anak tersebut akan dibentuk menjadi manusia yang memberikan banyak manfaat atau yang banyak merugikan. Maka perempuan yang berperan penting dalam hal ini harus benar-benar dijaga kemuliannya dan kualitasnya agar dapat menghasilkan antomosfer peradaban yang luar biasa. Sebab, Allah Swt hanya akan memberikan kebahagiaan dan kemuliaan dunia dan akhirat bagi hambanya yang dekat dengan-Nya.
Â
Dalam perjalanannya, dari awal masa penciptaan manusia Islam memiliki banyak figur perempuan luar biasa yang menjadi penyokong peradaban. Diantara banyak figur tersebut adalah empat perempuan mulia, yaitu Sayyidah Maryam, Khadijah, Aisyah, dan Fatimah Azzahra.
Â
Sayyidah Maryam merupakan perempuan mulia yang melahirkan Nabi Isa as, yang tidak hanya berperan sebagai seorang ibu, namun juga sebagai seorang ayah. Perempuan suci yang dititipkan oleh Allah seorang anak mulia di dalam rahimnya tanpa tersentuh oleh seorang laki-laki. Tidak pernah lepas bibirnya melantunkan kalimat-kalimat tasbih kepada Allah Swt. Tidak pernah lelah matanya untuk tetap terjaga di malam hari untuk bermesraan dengan Sang Maha Pencipta melalui doa-doanya dari dalam mihrab.