Kota Medan adalah salah satu ikon Indonesia di Sumatera. Ketika orang di luar Sumatera mendengar kata Kota Medan maka yang terbayang adalah kota besar metropolitan yang diharapkan mampu menjadi pesona Indonesia di mata dunia. Masyarakat yang majemuk dan proses akulturasi membuat Kota medan kaya akan budaya dan keberagaman.
Namun, di balik "kemilau" Kota Medan ternyata masih banyak hal yang harus diperbaiki bersama, salah satunya adalah masalah banjir. Banyak yang bilang Kota Tanah Deli ini semestinya tidak banjir jika penanganan drainasenya tepat tapi banyak yang bilang juga banjir yang terjadi karena tumpukan sampah yang tidak terangkut sehingga menutup saluran pembuangan.
Banjir yang melanda tidak hanya mengganggu aktivitas warga sehari -- hari tapi juga menggangu kegiatan belajar -- mengajar di beberapa sekolah, seperti di SMPN 35 Kota Medan yang harus diliburkan karena terendam banjir. Selain itu, banjir juga "mampir" jalan - jalan utama di Kota Medan setinggi 50 - 60 cm yang mengakibatkan terganggunya aktivitas perekonomian. Jujur saja, jika banjir datang, penulispun harus pintar - pintar mencari jalan alternatif untuk bisa sampai ke tujuan.
Berdasarkan pemaparan BPBD Kota Medan, sebanyak 1469 rumah terkena banjir akibat hujan deras yang terjadi tanggal 28 januari 2020 lalu. Meski warga sudah banyak mengadu ke pemerintah kota namun belum ada tindakan nyata yang membuat warga Kota bebas dari ancaman banjir. Bahkan, "aduan" warga sudah disampaikan di meja rapat antara DPRD Kota dengan Pemkot, salah satunya Wakil Ketua DPRD Kota Medan Rajjudin Sagala yang mengkritik penanganan banjir oleh pemkot yang belum maksimal.
Satu hal yang paling disoroti Rajjudin adalah bagaimana banyak parit yang tertutup lumpur dan sampah yang tidak terangkut. Hal ini yang menyababkan air menggenang karena saluran air banyak yang tersumbat. Oleh karena itu, dia meminta Pemkot agar serius menangani masalah sampah dan bajir di Kota Medan.
Ada kabar yang menyebutkan bahwa banyak proyek pembuatan drainase terbengkalai yang akhirnya saluran air hujan tidak tersalurkan dengan baik, meski kabar ini dibantah oleh dinas terkait yang mengatakan alasan utama terjadinya banjir karena curah hujan yang tinggi.
Sementara itu, Ahli Tata Kota yang tinggal di Kota Medan Bachtiar Zain mengatakan banjir yang melanda Kota Medan terjadi karena terjadi alih fungsi lahan, seperti di daerah Johor dimana fungsi sebenarnya wilayah tersebut sebagai daerah resapan tapi malah dijadikan permukiman. Kondisi ini diperparah dengan drainase di wilayah tersebut tidak dibuat dengan standardisasi yang semestinya.
Bachtiar juga mengatakan banjir juga disebabkan sampah yang menumpuk di tempat pembuangan sampah di area permukiman. Padahal, masyarakat sudah membuang sampah pada tempatnya tapi petugas yang mengangkutsampah tersebutjarang datang. Dia menegaskan sampah dan banjir memang menjadi dua masalah yang saling berkaitan jadi penyelesaiannya pun harus terkait satu sama lain.
Menurut penulis, masalah banjir dan sampah memang bukan hanya terjadi Kota Medan tapi di beberapa kota di Indonesia. Namun, yang terpenting adalah niat dari pemerintah kota yang harus berkolabosi dengan masyarakat sekitar serta mengedukasi mereka agar paham akibat jika membuang sampah sembarangan. Pemkot setempat juga harus berkomitmen menjaga area yang seharusnya menjadi area resapan air dan tidak merubahnya menjadi bangunan atau permukiman yang menyebabkan banjir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H