Konflik kawasan Laut China Selatan (LCS) hari demi hari semakin menjadi. China, aktor utama pengklaim kawasan LCS, tidak mengurangi langkahnya untuk mendapatkan kawasan yang diinginkan. Hal ini terbukti melalui ketidakpatuhan China atas hasil putusan pengadilan internasional yang tidak menyetujui usulan kawasan nine dashed line atas dasar historis China. Di sisi lain, terdapat beberapa negara diantaranya Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam yang terancam akan klaim wilayah tersebut. Pasalnya China telah menyinggung kawasan milik negara-negara tersebut. Menyusul ketegangan konflik, aktivitas kawasan meningkat bersamaan diadakannya latihan militer gabungan angkatan darat dan laut pada April 2024 yang diikuti Amerika Serikat, Filipina, dan Jepang. Amerika Serikat berkomitmen untuk menyelesaikan konflik sengketa dengan mempertahankan kestabilan kawasan dan mendukung negara-negara yang terancam kawasannya. Akibatnya muncul implikasi ketegangan kawasan yang dapat memicu meluasnya ancaman, ancaman terhadap kedaulatan negara dan keberadaan regional kawasan.
Berbicara mengenai keberadaan konflik, pembahasan mengantarkan pada asal-muasal penyebab konflik. Untuk menganalisis konflik LCS, akademisi menilai kawasan konflik melalui pertimbangan letak geografis dan potensi kawasan. Merujuk artikel 122 Â The United Nations Convention on the Law of The Sea (UNCLOS), Laut Cina Selatan merupakan wilayah perairan semi tertutup (semi-enclosed) yang berbatasan langsung dengan negara-negara dan Samudera Pasifik. Dengan luas mencapai 3,5 juta kilometer persegi, LCS memiliki kekayaan alam melimpah dan potensi sumber daya laut menguntungkan. LCS menjadi salah satu kawasan tersibuk lintas perdagangan internasional serta penyumbang sumber daya perikanan terbesar dunia. Tidak hanya itu, menurut penelitian yang dilakukan China, Laut Cina Selatan terprediksi menyimpan potensi cadangan minyak mencapai 213 miliar barel yang belum termanfaatkan. Oleh karenanya, analisis potensi kawasan menjadi faktor pemicu logis penyebab terjadinya sengketa oleh negara-negara.
Konflik LCS memberikan ancaman kedaulatan negara dan kawasan regional. Melalui kajian hubungan internasional, ancaman kedaulatan salah satunya disebabkan oleh adanya suatu kondisi dilema keamanan (security dilemma) antar dua kekuatan negara atau lebih. Teori security dilemma memberikan penjelasan mengenai respons negara-negara terancam untuk membentuk kerangka keamanan yang lebih kuat. Dalam konteks LCS, tindakan Filipina dan campur tangan Amerika Serikat melakukan gelar militer di kawasan memberikan persepsi yang kuat akan penerapan security dilemma. Bingkai security dilemma lebih lanjut dapat dijelaskan melalui pendapat John Herz yang menekankan peran ketidakpastian tujuan negara-negara di bawah otoritas internasional yang lemah. Negara dalam menyusun kerangka keamanan cenderung diartikan sebagai ancaman oleh negara lain yang dapat mengancam keamanan. Oleh karenanya, negara-negara saling menyusun sistem pertahanan sebagai tindakan preventif stabilitas kekuatan dengan negara lain.
Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi terancam keberadaan klaim China. Letak geografis Indonesia yang berbatasan langsung dengan Samudra Pasifik menanggalkan satu pulau yang menjadi target klaim China, yaitu Pulau Natuna. Ancaman konflik LCS terhadap wilayah kedaulatan Indonesia bermula dari peristiwa klaim China terhadap Pulau Natuna pada tahun 2010. Menurut klaim China Pulau Natuna merupakan wilayah maritim China berdasarkan nine dashed line. Konflik berlanjut hingga pada tahun 2016 terjadi puncak ketegangan ancaman. Kapal-kapal China memasuki wilayah kawasan ZEE Indonesia melakukan kegiatan illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU Fishing). Pada Desember 2021, China meminta Indonesia menghentikan pengeboran minyak dan gas di wilayah Natuna. Tindakan tersebut tentunya terbantah oleh Pemerintah Indonesia. Berdasar pada hukum laut internasional UNCLOS tahun 1982, Indonesia merupakan negara kepulauan yang sah.
Keberadaan Konflik LCS juga mengancam kedaulatan Indonesia melalui konteks regionalisme ASEAN. ASEAN sebagai organisasi yang melingkupi negara-negara kawasan Asia Tenggara, telah menjadi tonggak utama berkembangnya kekuatan regional kawasan. Indonesia menjadi salah satu negara berpotensi besar dan pembuat kebijakan ASEAN, memiliki peran penting dalam mengatur arah kebijakan keamanan regional Asia Tenggara. Salah satunya ketika Indonesia menjadi keketuaan ASEAN Â 2023. Jakarta sebagai pusat sentralitas ASEAN berpeluang sebagai penengah konflik yang sedang terjadi. Selain itu, Indonesia sebagai pusat geostrategis kawasan Asia Tenggara diharapkan mampu memberikan langkah negosiasi terbaik konflik LCS dengan China. Tentunya, kerangka ini menimbulkan indikasi terhadap dampak lain yang dapat menimbulkan ancaman dan tantangan bagi kedaulatan negara Indonesia. Proses penyelesaian konflik LCS salah satunya diupayakan melalui langkah penyusunan kebijakan COC (Code of Conduct), yang diikuti oleh negara anggota ASEAN dan China. Langkah kebijakan ini dinilai mampu dan efektif mengimbangi kebijakan ekspansif China dalam mengklaim kawasan LCS. Namun di sisi lain, keterlibatan China dalam menyusun COC dapat memberikan celah untuk China melegitimasi kepentingan regional ASEAN.
Konflik LCS mengundang atensi khusus negara Amerika Serikat untuk ikut andil dalam pencarian solusi. Hal ini tentunya menimbulkan ancaman berupa munculnya kekuatan baru di kawasan Asia. Pada September 2021, Amerika Serikat mendirikan pakta pertahanan berupa kapal selam bertenaga nuklir bekerja sama dengan Australia, dan Inggris. Kerja sama tersebut selanjutnya diberi nama AUKUS pact (Australia, United Kingdom, and United States) yang direncanakan beroperasi di kawasan perairan Asia Pasifik. Upaya ini dilakukan Amerika Serikat sebagai langkah stabilisasi kawasan. Meskipun demikian, penggunaan tenaga nuklir pada kerangkanya dapat memicu sulut konflik LCS yang semakin menyala. Lagi-lagi, Indonesia sebagai negara yang terletak di kawasan Asia Pasifik menjadi salah satu negara yang terancam kedaulatannya. Kekuatan eksternal negara yang tergabung melalui pakta pertahanan dapat meningkat seiring berjalannya waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H