Perkembangan pesat era globalisasi saat ini semakin menekan proses akulturasi budaya terutatama pengaruh budaya barat. Dengan kemajuan teknologi modern mempercepat akses pengetahuan tentang budaya lain.Â
Membawa perubahan sampai ke tingkat dasar kehidupan manusia di Indonesia (Sita, 2013). Lebih dari itu, kehadiran budaya Barat seakan mendominasi dan selalu menjadi trend-centre masyarakat dan pola hidup seakan menjadi cermin moderen. hal demikian, sangatlah berimbas dikalangan anak anak SMA yang berdalih tentang kekinian. Kebudayaan daerah sendiri dianggap kolot dan ketinggalan zaman.Â
Kebudayaan barat mrmiliki sisi positif dan negatif, namun pada umumnya kalangan remaja Indonesia berperilaku ikut-ikutan tanpa selektif sesuai dengan nilai-nilai agama yang di anut dan adat kebiasaan yang mereka miliki.
SMAN 1 BANTARSARI merupakan Sekolah Menengah Atas yang berada di kecamatan Bantarsari kaupaten Cilacap. SMAN 1 Bantarsari menggunakan kurikulum 13 pada kelas XI dan XII dan menggunakan kurikulum merdeka pada kelas X atau fase E dan sekaligus sebagai salah satu sekolah penggerak di kabupaten Cilacap.Â
Salah satu wujud kurikulum merdeka adalah pembelajaran sepanjang hayat. Kegiatan pembelajran sepanjang hayat ini untuk mengembangkan potensi peserta didik melalui nilai kearifan lokal sangat mendukung terwujudnya profil pelajar Pancasila. Pembangunan karakter merupakan sebuah kebutuhan dalam proses berbangsa, karena hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat akan menjadi bangsa yang besar dan bermartabat. Oleh sebab itu implementasi di sekolah dalam bentuk pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu peserta didik mengenal, menyadari dan menghayati aspek-aspek sosial, moral, etika, yang dapat dijadikan acuan dalam bersikap dan berperilaku sebagai salah satu dimensi dari kompetensi lulusan berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Kegiatan pembelajaran ini diawali dengan tahap perencanaan, observasi dan pertunjukan. Tahap perencanaan dilakukan oleh beberapa kelompok kelas Fase E. 5 dengan merencanakan kebudayaan apa saja yang ada di daerah mereka masing masing. Sehingga, diperoleh waktu dan tempat untuk melakukan observasi secara langsung. Observasi dilakukan selama 2 pekan dengan mengunjungi tempat pertunjukan wayang, sintren, ebeg dan kuliner daerah setempat. Setelah melakukan observasi, siswa melakukan perencanaan lanjutan guna melakukan pertunjukan. Hasil observasi mereka analisis filosofi dan wujud budaya yang mereka kunjungi.Â
Siswa SMAN 1 Bantarsari lebih dipentingkan terhadap orientasi proses daripada hasil. Sehingga, dalam prosesnya mereka membuat tokoh pewayangan sendiri dengan menggunakan bahan limbah berupa gardus bekas yang diukir dan dibentuk persis tokoh wayang kulit.Â
Dalang wayang kulit dimainkan oleh ananda Ikhsan Al Fitroh dari Fase E.5. Pembuatan wayang oleh 2 kelompok kecil terdiri dari 12 anak, penari pengiring berasal dari 2 kelompok kecil terdiri dari 12 anak dan selebihnya berperan sebagai penata rias, penatatempat, dan pelaksana lapangan.
Kegiatan ini, diharapkan dapat meningkatkan eksistensi budaya dikalangan siswa SMAN 1 Bantarsari pada khususnya dan dikalangan remaja sekitar bantarsari pada umumnya. Sehingga, merubah pandangan mereka terhadap budaya daerah yang mereka kira kolot dan ketinggalan zaman.Â