Mohon tunggu...
NAJWA CHOIRIA
NAJWA CHOIRIA Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi UM

Mahasiswi hobi nulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Persaingan Sengit Tanah Abang dan E-Commerce: Mampukah Pasar Tradisional Bertahan di Era Digital

1 Oktober 2024   18:57 Diperbarui: 6 Oktober 2024   17:25 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : bisnis.com

Tanah Abang adalah pusat perbelanjaan tekstil dan pakaian terbesar di Asia Tenggara, telah menjadi tulang punggung perdagangan tekstil di Indonesia selama puluhan tahun. Dengan ribuan kios yang menawarkan berbagai jenis kain dan pakaian, pasar ini menjadi destinasi utama bagi pembeli grosir maupun eceran, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Tanah Abang menghadapi tantangan besar akibat pesatnya perkembangan e-commerce di Indonesia.

Menurut berbagai data, e-commerce di Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 30,5% pada tahun 2024, dengan jumlah pengguna yang mencapai hampir 200 juta orang pada tahun 2023. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan penetrasi internet, adopsi teknologi digital, serta gaya hidup konsumen yang semakin terbiasa dengan belanja online. Platform-platform besar seperti Shopee, Lazada, Tokopedia, dan Bukalapak kini mendominasi pasar dengan menawarkan harga yang kompetitif, kemudahan akses, dan berbagai promosi menarik. Bagi Tanah Abang, tren ini menjadi ancaman signifikan.

Salah satu alasan utama mengapa Tanah Abang kesulitan bersaing dengan e-commerce adalah perbedaan harga yang signifikan. Harga produk yang dijual di platform e-commerce sering kali lebih rendah dibandingkan dengan harga di Tanah Abang. Misalnya, produk seperti baju brokat dan rok batik di e-commerce dijual dengan harga sekitar Rp 130 ribu, sementara di Tanah Abang, harga yang sama bisa mencapai Rp 145 ribu hingga Rp 160 ribu. Perbedaan harga ini menjadi salah satu faktor penting yang membuat konsumen, khususnya di era digital, lebih memilih untuk berbelanja melalui e-commerce daripada harus datang langsung ke pasar tradisional.

Selain harga, kemudahan dalam berbelanja di e-commerce juga menjadi daya tarik tersendiri. Konsumen dapat dengan mudah mencari produk yang mereka inginkan, membandingkan harga dari berbagai penjual, membaca ulasan dari pembeli sebelumnya, dan memilih produk terbaik tanpa harus keluar rumah. Proses ini jauh lebih praktis dibandingkan dengan harus berkeliling di pasar Tanah Abang yang luas dan padat, serta menghadapi potensi tawar-menawar yang memakan waktu.

E-commerce tidak hanya menawarkan harga yang lebih kompetitif, tetapi juga memberikan berbagai kemudahan lain bagi konsumen. Salah satunya adalah kebijakan gratis ongkos kirim yang sering ditawarkan oleh platform seperti Shopee, TikTok Shop, Lazada. Hal ini menjadi nilai tambah yang besar bagi konsumen, karena mereka tidak perlu memikirkan biaya tambahan untuk pengiriman. Di sisi lain, pembeli di Tanah Abang harus menanggung ongkos kirim sendiri jika ingin mengirimkan barang ke rumah, atau mereka harus membawa pulang sendiri barang yang mereka beli, yang seringkali cukup merepotkan terutama jika membeli dalam jumlah besar.

Selain itu, e-commerce kerap menawarkan berbagai promosi menarik seperti diskon besar-besaran, cashback, hingga program loyalitas yang membuat konsumen merasa diuntungkan. Promosi-promosi ini jarang ditemukan di pasar fisik seperti Tanah Abang, yang umumnya hanya mengandalkan diskon musiman atau potongan harga kecil dari penjual. Hal ini membuat e-commerce menjadi pilihan yang lebih menarik bagi konsumen, terutama yang ingin berhemat.

Salah satu faktor kunci yang membuat e-commerce unggul dalam hal harga adalah rantai distribusi yang lebih efisien. Melalui platform e-commerce, produsen dapat menjual produk mereka langsung kepada konsumen tanpa harus melalui distributor atau reseller. Ini berarti mereka dapat menawarkan harga yang lebih rendah karena tidak ada biaya tambahan yang perlu ditambahkan untuk perantara. Di sisi lain, pedagang di Tanah Abang sering kali merupakan reseller yang harus membeli barang dari produsen atau grosir dengan harga yang sudah naik, sehingga margin keuntungan mereka lebih tipis. Kondisi ini membuat mereka kesulitan untuk bersaing dalam hal harga dengan penjual di e-commerce yang langsung bertransaksi dengan produsen.

Selain persaingan dengan e-commerce, Tanah Abang juga menghadapi masalah internal seperti penurunan daya beli masyarakat dan sepinya pengunjung di pasar. Pasar yang dulu ramai kini sering kali terlihat lengang, terutama sejak pandemi COVID-19 melanda. Pembeli yang biasanya datang dari luar kota atau luar negeri kini lebih memilih untuk berbelanja online karena alasan kesehatan dan kenyamanan. Meski ada sedikit perbaikan setelah penutupan TikTok Shop yang sempat dianggap sebagai predator e-commerce, penjualan di Tanah Abang masih belum kembali seperti sedia kala.

Para pedagang di Tanah Abang juga mengeluhkan penurunan daya beli masyarakat, terutama di kalangan kelas menengah ke bawah yang menjadi target utama pasar tersebut. Dengan harga barang-barang yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan e-commerce, mereka kesulitan menarik pembeli, terutama yang hanya mencari barang dengan harga murah.

Untuk tetap bertahan dan bersaing di era digital, pedagang di Tanah Abang perlu beradaptasi. Salah satu solusinya adalah dengan membangun kehadiran online melalui platform e-commerce yang sudah ada atau bahkan melalui media sosial. Dengan memanfaatkan platform-platform ini, mereka dapat menjangkau konsumen yang lebih luas tanpa harus mengandalkan kunjungan langsung ke toko fisik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun