Cerita ini berlatar di sebuah kampung kecil nan terpencil yang bernama Kampung Asih. Orang-orang disini rerata bermata pencaharian petani dan peternak. Tidak sedikit dari mereka yang memilih merantau untuk mendapatkan hidup lebih baik dan enggan untuk kembali ke kampung ini. Suatu ketika di desa ini lahir seorang anak genius yang menjadi awal revolusi bagi kampung ini.
Pagi hari sinar matahari menembus sela-sela gorden dinding kamarnya. Suara alarm terdengar melengking nyaring memenuhi kamar kecilnya. Sementara di kasur kamar yang sudah reyot anak laki-laki itu masih terlelap menghiraukan semua suara bising pengganggu. Hanya satu yang ampuh membangunkannya dari mimpinya.
"Adii cepat bangunn!" Teriak wanita paruh baya itu. Suaranya lantang karena terlatih setiap harinya.
Sungguh dahsyat teriakan seorang Emak. Adi langsung terperanjat terbangun dan berusaha untuk mengumpulkan kesadarannya. Hari ini adalah hari pertama Adi masuk SMP. Ia bersemangat sekali hari ini mengingat betapa bersusah payah untuk membujuk Emak agar dapat melanjutkan sekolah lagi.
Di sekolah.
"Ibu Sarah ini daftar murid-murid kelas yang akan ibu ajar. " Ucap Bu Tia sambil menyodorkan sebuah berkas.
" Oh terima kasih Bu Tia." Balas Bu Sarah dengan ramah.
Bu Tia membalasnya dengan senyuman dan kembali duduk di kursinya yang bersebelahan dengan meja BU Sarah. Bu Sarah melihat daftar murid-murid itu dan terdapat 15 orang siswa yang tertulis. " Tahun ini lebih banyak 2 orang dibanding tahun lalu." Ujar Bu Tia
Peminat masuk sekolah di kampung ini selalu rendah karena pikiran yang sudah tertanam yang dijadikan prinsip oleh mereka. "Sekolah hanya membuang waktu dan tenaga saja, lebih baik waktu dan tenaga itu digunakan untuk membantu kami." Begitu pikir mereka. Untuk melanjutkan sekolah ke jenjang SMA, mereka harus ke desa tetangga. Perlu biaya besar untuk itu dan tidak banyak orang tua yang rela mengeluarkan uang mereka hanya untuk anaknya sekolah di desa sebelah.
Bel berbunyi. Bu Sarah berjalan menuju kelas untuk memulai pembelajaran.
" selamat pagi anak-anak." Ucap Bu Sarah dengan senyuman ramahnya.
" Selamat pagi Bu!" Seru para murid serempak
" Perkenalkan nama Ibu, Bu Sarah. Ibu akan menjadi wali kelas satu tahun kedepan."
" sebelum kita memulai pelajaran, Ibu mau tau dulu, apa sih cita-cita kalian?" Tanya Bu Sarah kepada semua murid.
" Saya mau jadi guru Bu!" Ucap salah satu murid.
" Saya Jadi artis Bu!" Ujar murid yang lainnya.
Semua murid mengemukakan pendapat nya membuat suasana kelas menjadi ricuh. Bu Sarah berusaha mengkondusifkan suasana. " Baik sudah-sudah, Ibu mau kalian bicara satu-satu. Ibu akan tanya ke... Badrun. " Ia memilih acak nama yang ada di absen.
" Saya mau jadi kepala desa Bu seperti ayah saya!" Ucap Badrun dengan bangga.
" alasannya kenapa?" tanya Bu Sarah.
" Karena punya kekuasaan dan uang Bu."
" Huuhh!! Dasar matre!" Ujar para murid
" Sudah-sudah, kita lanjutkan. Kalau... Adi ingin jadi apa? Tanya kembali Bu Sarah. Kelas hening tidak ada balasan. " Ada yang namanya Adi di kelas?"
Adi mengangkat tangannya dengan kepala tertunduk. Adi terdiam sejenak. " Saya tidak punya Bu,"
" Kenapa tidak punya?" Tanya Bu Sarah dengan keheranan
" Dia mungkin sadar diri Bu. Orang miskin tahu bahwa cita-citanya tidak akan pernah tercapai." Ucap Badrun.
" Anak-anak kalian tahu kenapa kita harus punya cita-cita? Agar hidup kita ini memiliki tujuan. Bermimpilah yang tinggi, jika nanti kita jatuh kita akan jatuh diantara bintang-bintang. Keadaan bukanlah jadi seseorang meraih mimpinya, tapi keyakinan dan tekat kuat yang akan yang akan membantu."
 Sudah beberapa bulan berlalu, Adi selalu di ganggu oleh Badrun dan teman-temannya. Memang Badrun selalu menggertak semua murid sekolah. Tidak ada yang berani melawan mengingat dia anak pejabat. Hingga suatu ketika Adi sudah tidak dapat menahan diri untuk melawannya.
" Badrun, kenapa kamu terus selalu mengangguku?" Tanya Adi
" Mau tau kenapa? Karena kamu miskin!" Jawab Badrun.
" Apa kau merasa lebih baik setelah mengganggu anak-anak?"
Tanpa di sadar Badrun melayangkan tinjunya kepada Badrun dan melanjutkan memukul Adi beberapa kali.
" Ketidakmampuan mu mengontrol emosi akan membahayakan dirimu dan orang-orang di sekitar. Kita masih muda, kau masih punya kesempatan begitu juga denganku." Badrun masih tetap memukuli Adi, sementara Adi tidak melawannya.
Peristiwa itu akhirnya terlihat oleh salah-satu guru di sekolah. Tentu masalah ini selesai dengan uang. Jika ini tersebar akan merusak reputasi ayahnya dan menghancurkan pencalonan ayahnya menjadi di tahun depan. Bagaikan bumi dan langit. Ayahnya memiliki image baik di orang-orang sedangkan Badrun dilihat sebagai hanya anak berandalan.
Namun ternyata ayahnya tidak semanis di depan masyarakat. Ayahnya seringkali memukul Badrun. Ia selalu di pukul ayahnya setiap melakukan kesalahan atau pun ketika sedang suasana hati ayahnya sedang buruk. Mungkin itu juga kenapa ia juga berbuat kasar kepada murid di sekolah. Memang rebuh tidak jauh dari rumpun. Akhirnya Badrun memilih pindah sekolah. Turut berduka untuk sekolah yang akan dihinggapinya. Kini sekolah sudah lebih aman dan bahagia tanpa kehadirannya.
Perjalaanan sekolah Adi ternyata tidak selalu berjalan lancar. Suatu ketika keuangan keluarganya makin menipis dan tersisa hanya cukup untuk makan sampai besok. Emak berusaha untuk mendapatkan pinjaman kepada juragan kampung Asih. Namun sia-sia karena pinjaman yang bulan lalu pun belum terlunasi. Emak memutuskan pergi menemui saudara yang ada di kota untuk meminjam uang.
Tugas seorang Bapa mencari nafkah harus dilaksanakan oleh Emak sejak Adi kelas 5. Bapak nya telah meninggal, saat menggembala kambing. Ia bertemu dengan sekawanan rampok, Bapak Adi kalah jumlah, ia hanya melawan seorang diri. Rampok-rampok keparat itu berhasil mengambil semua kambing tanpa tersisa. Adi juga selalu membantu Emak mencari uang karena uang dari mencuci  pakaian orang saja tidak cukup membiayai hidup. Berbagai pekerjaan ia lakukan asalkan halal uang yang didapatinya.
Di sekolah bel berbunyi, semua murid masuk kelas, namun bangku Adi masih kosong sejak kemarin. Sudah 2 hari ia tidak sekolah tanpa adanya keterangan. Ia harus menjaga adiknya yang lumpuh saat Emak sedang pergi ke saudaranya.
Hari ini Adi telah sekolah kembali. Di sekolah Bu Sarah membagikan nilai ulangan matematika, Adi mendapatkan nilai sempurna kembali.
" Adi nanti istirahat ke ruangan Ibu ya." Pinta Bu Sarah
" Baik Bu." Balas Adi.
Bel istirahat pun berbunyi. Adi menepati perintah Bu Sarah untuk ke ruangannya.
" Kenapa minggu kemarin kamu 2 hari ga sekolah?" Tanya penasaran Bu Sarah.
" Saya harus jaga Adik saya Bu, saya tidak sempat membuat surat izin."
" Lain kali kamu usahakan jangan bolos lagi ya"
" Oh iya, Ibu lihat semua nilai matematika kamu selalu bagus. Kamu mau ikut berpartisipasi dalam olimpiade matematika?"
" Saya Bu? Saya ragu untuk menyanggupinya"
" Adi jangan menyia-nyiakan kesempatan yang ada di depan mata. Siapa tahu kesempatan yang kamu ambil dapat merubah kehidupan di masa depan. Jangan sampai kamu kecewa di masa mendatang."
Setelah memikirkan kata-kata Bu Sarah tadi, akhirnya Adi mau ikut serta dalam olimpiade tersebut. Adi pun mulai belajar untuk menghadapi olimpiade ini. Dia bekerja keras setiap hari, bahkan waktu istirahatnya ia potong untuk memperpanjang jatah belajarnya.
Dengan kerja kerasnya, Adi berhasil lolos tingkat provinsi dan sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti tingkat nasional. Ini juga tak lain karena Bu Sarah yang selalu membantu dia dalam mempersiapkan olimpiade itu. Kini ia selalu pulang ke rumah saat matahari terbenam.
Suatu hari ketika ia pulang ke rumah dan masuk ke kamarnya. Tersulut emosinya melihat lantai berserakan kertas-kertas piagam penghargaannya. Ia menghampiri Emak yang ada di dapur.
" Mak siapa yang sudah melakukan ini?" Tanya Badrun.
Emak hanya membisu tanpa membalas sepatah kata pun. Adi langsung mengerti bahwa Emak lah yang sudah melakukannya.
" Kenapa Emak melakukan semua ini?" Ucap Adi dengan nada yang tinggi terbawa emosi.
" Untuk apa sertifikat itu Di, itu tidak berguna untuk kita yang miskin." Balas Emak.
" Mak, Adi pengen sekolah tinggi. Mungkin dengan inilah Adi bisa mewujudkan cita-cita Adi."
"Kamu harus sadar diri Di. Kita ini miskin! Jangan mengharapkan sesuatu yang mustahil untuk kita."
" Mak tau kenapa Adi pengen sekolah tinggi? Adi pengen masuk sekolah kedokteran agar bisa menyembuhkan Adek. Agar kelak Adi bisa melihatnya jalan menggunakan kakinya menapakkannya di atas tanah. Adi tidak ingin melihatnya terus berbaring kaku di atas kasur." Ucap Andi dengan tanpa sadar pipinya basah karena air dari matanya
 Adik Adi memang dari kecil sudah lumpuh akibat penyakit yang dideritanya, namun karena ketidakmampuan keluarga, pengobatannya pun dihentikan.
Emak hanya menangis. Adi menghampiri dan memegang tangan Emak. " Mak restuin Adi . Adi butuh dukungan dan doa dari Emak. Hanya emak yang Adi punya. Gimana pun caranya Adi akan berusaha untuk mewujudkan cita-cita Adi tanpa menyusahkan keluarga kita."
Emak tidak menjawab. Ia hanya memeluk Adi dan menangis. Emak pasrah dengan pilihan Adi. Sebenarnya Emak hanya tidak ingin Adi kecewa di kemudian hari jika mimpinya hanyalah mimpi belaka saja.
Adi pun melanjutkan perjuangannya dalam olimpiade tersebut. Ia bertekad mencetak sejarah kampung Asih dan sekaligus menjadi kebanggan kampung kecil itu. Untuk pertama kalinya juara olimpiade berasal dari kampung Asih.
Karena perjuangan dan kerja kerasnya, ia menjadi juara 2 olimpiade tersebut. Walaupun bukan juara pertama namun hal itu sudah sangat membanggakan mengingat rekan-rekan saingannya banyak yang menyewa guru-guru hebat yang membantu mereka. Sementara Adi hanya bermodal belajar dengan BU Sarah dan juga tekadnya. Berita mengeai dirinya pun tersebar luas dan juga keterbatasan ekonominya terdengar hingga ke telinga pemimpin negara.
" Adi selamat ya kamu sudah melakukan yang terbaik!" Ucap Bu Sarah.
" Terimakasih Bu, kalau bukan karena Ibu yang sudah bekerja keras membantu saya, saya tidak bisa menjadi sekarang. Nanti kelak saat saya sudah mampu, akan saya balas semua kebaikan Ibu."
" Ibu hanya menjalani tugas Ibu saja sebagai guru kamu. Menjadi sebuah kebanggan melihat murid yang di ajrnya bisa sukses dan berhasil. Oh iya, ibu punya berita bagus untuk kamu."
" Ada apa ya Bu?"
" Kamu mendapatkan beasiswa dari pemerintah untuk melanjutkan sekolah hingga pendidikan tinggi."
Ungkap Bu Sarah sambil memberikan surat keterangan beasiswa.Â
Adi segera pulang ke rumah. Ia sudah tidak sabar ingin membagi berita baik ini dengan Emak dan adiknya."
" Mak Emak!" Teriak Adi sesampainya di rumah
" Ada apa Di." Ujar Emak yang ada di dapur segera menuju ke ruang tengah.
" Adi dapat beasiswa dari pemerintah mak!" Ucap Adi dengan mata berkaca-kaca.
" Ya ampun Dii, akhirnya kamu bisa sekolah tinggi."Mereka saling berpelukan dan menumpahkan air mata kebahagiaan.
Adi sosok genius anak kampung Asih berhasil melanjutkan sekolah ke jenjang pedidikan yang lebih tinggi. Tempat dan keterbatasan keadaan tidak membuat seseorang terhambat berkembang. Betapa banyak sosok-sosok genius di luar sana yang belum masuk radar. Beruntungnya Adi Menemukan orang yang tepat yang dapat membantu dia menggali potensinya. Sehingga ia dapat berhasil. Namun, tidak semua orang seperti dia mendapat dukungan penuh dari orang terdekatnya.
Singkat cerita, Adi berhasil mewujudkan keinginan mulianya. Kini adik Adi dapat kembali menggerakkan dan menggunakan kakinya untuk berjalan. Ia pun tidak lupa membalas budi kepada gurunya Bu Sarah yang telah membantunya hingga bisa berada pada titik ini. Kini Adi sudah menjadi dokter hebat yang telah menyelamatkan banyak nyawa.