Berdamai Dengan Diri Sendiri
Dalam buku ini Bunda Susan memulai dengan bahasan yang cukup menarik yakni tentang Orang tua, konselor atau pendidik dengan dirinya sendiri.Â
Orang tua sebagai teman sehari-hari sang anak harus selesai dengan dirinya sendiri terlebih dahulu. Membuang pikiran negatif. Mengesampingkan perasaan jengkel, dan berusaha mebuat kongruensi (sebangun) dengan anak. Karena anak-anak itu memiliki jiwa yang mampu menangkap "aura" orang di sekitarnya. Bahkan, mereka bisa menangkap mana orang yang sejiwa dengan mereka dengan tidak. Mereke yang cuma pura-pura atau tulus dengannya.Â
"Jadilah konselor terapis untuk diri sendiri dulu. Selesaikan perkara -- perkara pasir, kerikil, dan batu besar yang belum tuntas. Ada kecewa, lepaskan. Ada dendam, maafkan. Ada ungkapan sayang yang belum tersampaikan, sampaikan. Sederhana tapi dampaknya ajaib!" (Halaman 47)
Nah ternyata, kita sendiri adalah sumber utamanya. Bunda Susan sang Bibliotherapis sering menangani anak-anak yang ternyata sumber masalahnya terletak pada kedua orang tuanya. Anak-anak menjadi dampaknya.Â
Dalam buku ini diceritakan terdapat seorang ibu yang membawa anaknya ke Bunda Susan dengan keluhan keterlambatan membaca dan kemampuan hitungnya. Setelah Bunda susan menangani anak tersebut dengan menggunakan teknik berkisah, dalam waktu sehari saja anak tersebut sudah menunjukkan perkembangannya.Â
Kemudian, Bunda Susan mencoba berkomunikasi dengan sang Ibu. Benar saja, sang ibu kurang disenangkan saat masa hamil anak tersebut, dan dalam sehari-harinya emosi dan keinginan sang ibu terlalu mendominasi.
Mendengarkan dan DidengarkanÂ
Poin penting selanjutnya adalah kemampuan orang tua dalam berkisah dan bersabar mendengarkan anak berkisah. Karena anak juga butuh didengarkan. Jadi, selain kita selalu membacakan mereka buku-buku dengan teknik berkisah, kita juga harus bersabar mendengarkan mereka berkisah.Â
Nah dalam membacakan buku dengan teknik berkisah, jangan malu dalam mengekspresikan sebuah adegan. Jika itu suara raksasa, maka tinggikan volume.Â
Hal ini mampu memantik imajinasi anak. Bila perlu, bermain peran dengan anak. Misal saat anak susah makan sayur, kisah bisa dilakukan saat anak makan sayur dengan tokoh sayur-sayuran.