Saat Azzam, anak pertama saya mulai minta dongeng di setiap malam menjelang tidur, saya mulai bingung dan bertanya-tanya. "Dongeng apa ya? dongeng yang baik untuk anak usia 5 tahun apa ya? dongeng yang bisa membuat dia berkembang tentang apa ya? tentang agama kah? matematika kah?" Dongeng yang awalnya menurut saya adalah aktifitas yang mudah, tiba-tiba menjadi hal yang rumit dan penuh indikator.Â
Beruntung sekali saat membuka instagram muncul Buku The Journey Of Strory Telling yang ditulis oleh Poetri Soehendro. Beliau adalah seorang penyiar radio yang membawakan program dongeng pagi. Buku setebal 177 halaman ini dikemas menarik dan full colour. Bu Put sapaan akrabnya, dalam buku ini bercerita pengalaman mendongengnya di radio yang selalu ditunggu-tunggu oleh anak anak. Artinya beliau sangat berpengalaman dalam mendongeng.Â
Selanjutnya, dalam buku ini beliau menjelaskan dongeng apa sih yang baik buat anak? ternyata dongeng terbaik buat anak adalah dongeng masa kecil orang tuanya. Benar saja, saat saya coba, Azzam selalu meminta dongeng masa kecil saya dan ayahnya setiap menjelang tidur malam. Kemudian apa yang terjadi di otak anak saat dongeng itu dilakukan? Bu Put menjelaskan bahwa saat orang tua mulai mendongeng, otak anak secara otomatis mengeluarkan hormon  Oxytocin.Â
Dampak keluarnya hormon Oxytocin ini menimbulkan perasaan Bonding, Trust dan Love. Bonding, Trust and Love ini membantu anak lebih mudah menerima nasihat yang disampaiakan melalui dongeng. Selain hormon oxytocin, saat mendongeng dilakukan, otak pendongeng dengan yang didongengi menimbulkan gerak yang dinamakan Neural Coupling, yaitu sinkronnya otak pendongeng dengan pendengar dongeng (yang didongengi). Neural Coupling yang terbangun secara terus menerus ini membangun dialog / komunikasi sehat anatara orang tua dan anak, lebih mudah memahami pearsaan dan pendapat, hingga mudah mencapai kesepakatan. Â
Apakah kemudian dalam proses mendongeng Azzam selalu ingin tahu dan tertarik? tentu tidak. Sering kali Azzam berkata "ah paling nanti begini begtu" diawal pembuakaan dongeng saya. Seketika saya insecure. ini jangan-jangan saya yang gak bisa dongeng. Fenomena ini dibahas oleh Bu Put dalam bukunya. Fenomena itu terjadi karena orang tua sering memotong atau mengkoreksi theater of mind-nya anak. Iya, saya akui, saya sering banget mengoreksi langsung theater of mind-nya Azzam saat dia menanggapi cerita saya.Â
Jadi Theater of Mind adalah imajinasi anak yang berkembang saat kita mendongeng. Saya sebagai orang tua sering kali merasa penting langsung mengoreksi imajinasinya. Ternayata itu sebabnya Azzam jadi kurang tertarik jika saya yang mendongeng. Sejak mengetahui tentang Theater Of Mind, saya mulai bisa nyaman mendongeng. Theater Of Mind yang terbangun pada anak ini membantu anak mampu melakukan self-reflection terhadap dongeng yang disampaikan. Sehingga banyak elemen pada diri anak yang terbangun, seperti otak, emosi, dan daya imajinasinya. Selamat mendongeng.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H