[caption id="attachment_278462" align="alignnone" width="300" caption="Kebersamaan di Bromo"][/caption]
Bromo, 30 Agustus lalu, menjadi momen liburan TM 9 yang barangkali sukar untuk terulang lagi di masa-masa penyelesaian tesis seperti sekarang ini. Perjalanan saat itu boleh dibilang sebagai destinasi kelas karena sahabat-sahabat TM 9 cukup banyak yang turut serta. Saya mencatat ada 11 orang dari 29 orang penghuni kelas TM 9 yang ikut dalam rombongan tersebut. Semoga tidak keliru, saya mencoba melafalkannya satu per satu; Mas Danang, Mas Budi, Mas Hari Wijayanto, Mas Hermawan, Teh Mila, Mb Erni, Mb Hilda, Mb Lenny, Mb Riri, Mb Yuki dan saya sendiri.
Kira-kira pukul 21.00 malam itu, tepatnya sabtu malam, kami berangkat dari malang meluncur ke Pasuruan dengan menggunakan mobil Mas Budi. Kami rencananya akan ke Bromo melewati Pasuruan karena akses jalan lewat Pasuruan diyakini oleh teman-teman sekelas saya merupakan jalur  alternatif terbaik menuju puncak yang katanya menjadi menjadi incaran banyak traveller itu. Di Pasuruan kami lalu dijamu oleh dua kawan baik kami yaitu Mas Danang dan Mb Erni. Sebenarnya sahabat TM 9 yang bermukim di Pasuruan ada tiga orang, kawan kami yang satunya lagi adalah Mas Agung. Hanya saja, kami sepakat memberi kesempatan bagi Mas Agung untuk menjamu kami keesokan harinya dengan alasan dan niat tulus dari kami agar diberi makan siang, hehhhehhhh….
Setelah menyeruput teh dan mencicipi kue di rumah Mas Danang, kami lalu melanjutkan silaturahmi ke rumah Mb Erni. Di kediaman beliau, kami menyempatkan istirahat sejenak sembari menanti datangnya pukul 01 dini hari dimana di waktu tersebut kami setuju untuk berangkat ke Bromo. Awalnya saya sempat bertanya kenapa kita harus berangkat pada dini hari seperti itu. Soalnya dalam bayangan dan pikiran saya, sudah terlintas banyak hal. Mulai dari pikiran menakutkan, horror dan macam-macam lah yang saya rasa hampir saja menggerogoti nalar sehatku. Akhirnya, rasa penasaran itu terjawab dan ketakutan konyolku pun seketika ikut berhenti ketika Mas Hari mengatakan kepada saya bahwa kita sengaja berangkat di awal hari seperti itu karena ingin menyaksikan munculnya sunrise di pananjakan Bromo. Bisa melihat sunrise dengan sempurna di atas puncak Bromo merupakan pandangan yang sangat dikejar oleh setiap pengunjung di wisata ini. Karena sesungguhnya ruh dari wisata Bromo ada di sini, meneropong sunrise dengan mata telanjang ataupun menangkap pesonanya dengan mata kamera, begitu kata Mas Hari.
Singkat cerita, keinginan untuk menjemput sunrise di pananjakan Bromo, dengan berangkat sedini mungkin pun terkabul. Sungguh tak sia-sia usaha kami mengagendakan perjalanan dengan jadwal yang akurat dan mempersiapkan perlengkapan mendaki yang sudah seperti perlengkapan perang. Menuju puncak Bromo, kami harus membekali diri dengan beberapa setelan pakaian, mulai dari jaket, kaos tangan, topi, kaos kaki, juga sepatu. Dan Ahh, kali ini saya keliru menggunakan alas kaki. Saya kembali memilih sandal jepit, padahal Mas Hari Wijayanto sudah mengingatkan saya untuk memakai sepatu. Maklum karena saya mencoba konsisten menjadi traveller bersandal jepit seperti yang selalu diledekin oleh mas Hari. Alhasil sepulang dari puncak tersebut, kaki saya terkelupas dan lumayan berderai darah segar. Sepertinya karena udara dingin yang sudah terlanjur merangsek ke pori-pori kakiku.
Suhu di puncak bromo memang sangat dingin. Menurut penerawangan mas Budi ketika mencoba menggenggam tangan mb Erni, beliau menebak suhu di pananjakan berada sekitar dibawah 0 derajat celcius. Saya hampir setuju dengan tebakan mas Budi karena ketika saya membuka kaos tangan, telapak tangan saya tiba-tiba berubah wajah seperti kulit keriput. Usai bermain-main dengan pesona rupa sunrise yang berkali-kali berubah warna hingga memunculkan wujud aslinya dalam bentuk matahari yang terbit di pagi hari, kami pun melanjutkan destinasi kami ke beberapa titik wisata di Kawasan Bromo itu. Saya melihat kawan-kawan saya sangat menikmati perjalanan ini. Di padang rumput Telletubbies mbak-mbak dan mas-mas ini tidak sungkan-sungkan memperlihatkan aksi lompat indahnya. Jeprettt…mata kamera milik kawan-kawanku ini pun berhasil menangkap aksi flying dari lompatan tinggi mereka. Saya hampir mengira kawan-kawanku ini adalah para mantan atlet lompat indah di zaman mereka masih muda. Karena hasilnya sungguh sempurna. Saya pun akhirnya mahfum kalau adegan terbang yang sering saya lihat melalui foto-foto yang beredar di jendela facebook diambil dengan cara seperti ini. Awalnya saya pikir menggunakan tali atau alat lainnya untuk membuat objek terbang seperti yang banyak dilakukan di serial film-film kolosal.
Demikian pula ketika kami mendarat di padang pasir yang digelari dengan sebutan pasir berbisik. Aksi kawan-kawanku ini tidak kalah konyolnya. Mereka ingin membuktikan apakah pasir ini betul-betul mengeluarkan suara pelan alias berbisik.  Mereka lalu menyerunduk, merapatkan telinga satu persatu ke pasir ini. Saya juga bisa paham mungkin karena di Malang kita jarang berjumpa pasir, sehingga mereka seakan ingin memeluk pasir-pasir ini ketika baru saja tiba di lokasi. Saya hanya berpikir ini bentuk kerinduan mereka dan kurang lebih seperti inilah mereka melampiaskan kerinduan itu, apalagi kawan-kawan saya yang berasal dari daerah yang disekitarnya banyak laut, ini tentu apresiasi perjumpaan mereka terhadap pasir-pasir ini. Yah¸termasuk Mb yuki misalnya yang berasal dari Jogja. Jogja kita tahu terkenal dengan pantai parangtritisnya dan mb yuki sangat sering bermain ke sana. Tak heran kemudian jika dalam catatan prestasinya, beliau tercatat sering menjadi juara dalam kompetisi renang tingkat RW waktu jaman beliau masih belia.
Saya sengaja bercerita panjang lebar tentang liburan ke Bromo karena di sinilah, kami terakhir kali bercengkrama dengan Mb yuki sebelum akhirnya beliau memutuskan untuk kembali bekerja ke Jakarta. Saya sendiri sudah melalui banyak destinasi dengan beliau sejak saya menjadi mahasiswi di Universitas Brawijaya. Perjalanan kami yang pertama adalah ke Cangar, Batu, yang berlangsung pada awal-awal perkuliahan di semester satu. Saat itu kami berlima; ada Mas Budi, Mas Hari Wijayanto, MB hilda, Mb Yuki dan saya sendiri.  Kekerabatan di antara kami saat itu belum sebegitu kental seperti hari ini karena kami sejatinya masih baru saling kenal. Jalan-jalan ini pun kembali melahirkan jadwal jalan-jalan berikutnya antara saya dan mb Yuki serta beberapa sahabat saya di kelas TM9. Dari banyak kebersamaan dengan beliau saya pun dan Mb Yuki akhirnya saling mengetahui kebiasaan buruk di antara kami. Tapi maaf karena sifatnya off the record, sehingga tidak elegan untuk diceritakan ke publik hehhhehhh…
Saya dan beliau juga sesekali gantian inap di kos kami. Suatu hari Mb Yuki menginap di kosku dan suatu waktu pula saya menginap di kosnya. Kami wajib melalui malam itu dengan perbincangan yang cukup betah membuat mata ini melek hingga dini hari. Percayalah, percakapan ini selain membahas tentang  kami berdua, juga membahas tentang kawan-kawan di kelas TM9, karena misi kami berdua sesungguhnya adalah memakmurkan gossip di penghujung malam, hehhhehh….
Dari kebersamaan-kebersamaan itu, saya merekam banyak senyum, tawa, kegundahan, dan  kepanikan yang seringkali ditunjukkan beliau. Saya ingat betul bagaimana kepanikan Mb Yuki ketika harus tertinggal bis dalam perjalanan dari Malaysia menuju Singapura.  Beliau harus mengejar bis itu sepanjang 2 km ke tempat persinggahan di imigrasi Singapura, yang berlokasi di area perbatasan Malaysia-Singapura. Saya yang saat itu bersama mas Hermawan yang ikut dalam bis juga menjadi ikut ketakutan karena Mb Yuki dibiarkan tertinggal di tempat ia mampir buang air kecil. Beruntungnya, kami berhasil melobi pak sopir untuk bisa menanti datangnya Mb Yuki. Mb yuki pun tiba dengan kecapean yang luar biasa dan nafas yang sudah tersengal-sengal di imigrasi Singapura.
Mb Yuki mengira, kebiasaan bis di negeri jiran dan negeri berlambang Singa itu sama dengan kebiasaan bis di negeri kita. Boleh diminta mampir di mana saja untuk sekedar minta izin buang air kecil. Padahal, saat itu bis yang kami tumpangi memang berhenti tapi khusus untuk menurunkan penumpangnya saja. Untuk kepentingan lain boleh dibilang haram hukumnya. Karena, aturan main transportasi di sana hanya menghendaki bis-bis angkutan umum berhenti di titik titik tertentu saja. Sehingga, dengan sangat tidak berbelas kasihan bis itu pun melaju kencang meninggalkan Mb Yuki. Walau kami sudah membujuk sopirnya dengan rayuan maut mas Hermawan, sang sopir tetap tidak tergoda untuk menyetop mobilnya kembali.
Kalau mengingat masa-masa itu lagi, saya sering tertawa-tawa sendiri dan kangen untuk mengulangnya kembali.  Apalagi ketika membuka kembali album foto kenangan jalan-jalan yang belum-sempat terfikirkan untuk dicetak. Kontak BBM dengan Mas Hermawan beberapa hari lalu juga menuliskan keinginannya dolan kembali bersama Mb Yuki. Bincang-bincang WA dengan MB Riri dan percakapan bersama Mas Hari Wijayanto, Mb Lenny Adnan, Mb Inok, Mb Mua, Mb Hilda, Teh Mila, Mb Nani dan kawan bapak-bapak lainnya juga tak luput mencari tau tentang perkembangan Mb Yuki.  Arus Mudik status di grup kita yang diposting Mb Erni dan Mas Danang saya yakin itu juga menjadi warna kerinduan mereka untuk melihatmu datang bergabung kembali bersama Mas Yudi, yang sampai hari ini pun belum  menampakkan kehadirannya. Sesungguhnya, kami rindu dirimu kembali ke sini Mb…karena main bersama akan sempurna indahnya jika kita juga selesai bersama.   Saya percaya, senjata perangmu sudah sangat siap saat kembali ke Malang. Kami tunggu kabarmu, kami nantikan kehadiranmu dan kami berharap bisa mnyambut kedatanganmu segera di Malang bersama  Mas Yudi, Mas Hadi Suroso dan Pak Wisnu…Karena kabar baik itu merupakan penjelmahan dari ikhtiar. Harus dijemput, digapai dan tidak bisa dibiarkan terkurung dalam ke-diam-an yang tak berujung. Kabar baik juga menjadi warna waktu yang harus kita songsong. Boleh jadi teori hari ini adalah tertunda, tapi saya sangat yakin bahwa teori yang berbicara esok adalah tertunaikan.
Semangat Kawanku…
Semangat Sahabatku…
Mengutip kata Mb Lenny Adnan, kita datang bersama, semestinyalah kita akan usai bersama…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H