Mohon tunggu...
Nirmalasari Haya
Nirmalasari Haya Mohon Tunggu... -

sederhana-sederhana saja

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Absennya Febri

20 November 2012   13:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:00 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang berbeda dengan suasana diskusi di kelompok tiga hari ini. Adu debat, silang pendapat dan riuh tawa menghambur di meja Kakak pertama, sebutan kami untuk mas Hadi Suroso bersama kawan-kawan setimnya. Digelari demikian, karena mas Hadi tersenior dari segi usia di kelas kami. Namun dari segi wajah, selera dan energy, belum tentu katanya, hehehehe….

Diskusi hari ini terlihat begitu hidup. Aku lalu bertanya pada mas Latief, kawan setimku, apa yang berbeda dengan kelompok ini yah. Tak biasanya seriuh ini. Yang biasanya adalah kelompok ini didominasi oleh satu orang, cuma terdengar satu atau dua suara saja, selebihnya hening. Ohh…ternyata, karena ketidakhadiran actor utama, Febry, kataku menjawab sendiri pertanyaanku kepada mas latief yang belum sempat dijawabnya. “ iya” sambut Mas latief yang rupanya sepemikiran denganku.

Dalam diskusi-diskusi sebelumnya, febri nyaris mendominasi seluruh perhelatan materi diskusi dari A sampai Z. Suara lain yang muncul seolah berusaha mengimbangi dialog-dialog Febri agar tidak terkesan satu arah hanya datang dari Mba Mua. Yang lain Cuma duduk, mendengar dan mengangguk-angguk mendengar ocehan Febri.  Kadang aku berpikir mungkin ini sekedar symbol diskusi saja, sengaja duduk berkumpul membentuk bidang serupa segi panjang,  ada yang membuka halaman demi halaman lembaran materi tugas, ada yang bengong, ada pula yang tidak betah duduk, sesekali berdiri dan mampir ke kelompok sebelah, sementara selebihnya asyik memelototi febry yang sibuk berkomat-kamit. Nyaris tak terlihat aksi umpan balik dalam kelompok ini, apalagi saling adu argument. Apakah ini sekedar menggugurkan kewajiban saja sebagai bentuk tugas kelompok, pikirku?

Namun, di siang yang cerah ini, suara febry enyah.   Diskusi berlangsung sangat aktif. Aku lalu berpikir, apa mungkin Febry adalah karakter one man show yang tidak tepat dimunculkan dalam sebuah tim? Ahh…sangkaanku mungkin masih terlalu dini. Butuh riset lebih panjang untuk menguatkannya, gumamku dalam hati.

Pikiran-pikiran konyol ku ini, sepertinya mengirimkan telepati bagi tim itu. Mba Mua, salah satu anggota tim, tanpa sengaja ketika aku bertemu di samping kelas, mengurai cerita dari kumpul-kumpul bersama timnya tanpa si pria asal Magetan itu. “Tugas jadi lambat selesai tanpa kehadiran Febri. Febri selalu punya ide yang brilliant dan bisa diamini oleh teman-teman yang lain, sehingga kata sepakat segera tercapai, tugas pun cepat kelar,” katanya.

Ternyata, sisi lain yang tak kuketahui dari pengamatan ku selama ini terhadap kelompok ini dan sosok Febry khususnya, adalah Febry memang hadir sebagai peluncur dalam tim nya. Tanpa kehadirannya, tim ini seperti anak ayam kehilangan induknya. Banar kata Mas Inci, kelompok ini jadi galau, tanpa kehadiran tokohnya, yang bertindak sebagai stricker, gelandang juga sekaligus sebagai penjaga gawang.

Febri adalah sosok serius. Keseriusan ini begitu mudah ia tularkan ke dalam timnya. Tak heran jika timnya terbentuk sebagai kelompok serius, kaku dan tak banyak bergurau.Dia juga termasuk kawan yang lebih awal kukenal ketimbang kawan-kawan lainnya. Dari beberapa percakapan dengannya, aku melihat Febry lumayan menguasai materi di jurusan Administrasi Publik, tak lain karena dia alumni S1 Sosiologi, Jurusan yang seinduk dengan AP, sama-sama Ilmu Sosial. Beda denganku, yang sangat asing dengan disiplin ilmu ini. AP membuatku serasa memasuki nuansa lain, dunia baru yang tak pernah kukenal sebelumnya.

Selain itu, febry juga dikenal cakap dalam beretorika alias public speaking. Ia mahir mengelaborasi kata demi kata, sehingga indah untuk didengar dan menarik untuk disimak. Tak heran, jika dalam diskusi-diskusi kelompok yang berlangsung di kelas, suara Febry hampir dipastikan selalu turut serta meramaikan perdebatan dalam adu argument itu. Mungkin ini pulalah yang membuat dia menjadi tokoh dalam timnya. Febri punya kapasitas yang patut diperhitungkan. Pun riuh rendah yang menghujam di timnya hari ini, boleh jadi juga sebagai euphoria timnya untuk menuangkan segala ide konyol dan kebingungan terhadap tugas yang sepertinya sulit untuk dipecahkan segera, sekali lagi tanpa kehadiran sang tokoh serius itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun